RUANGPOLITIK.COM-Pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 akan berlangsung kurang dari dua tahun lagi di Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, Pemilu di Indonesia kerap diwarnai oleh pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan untuk memuluskan langkah peserta ajang lima tahunan tersebut.
Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti memprediksi akan ada empat pelanggaran yang terjadi baik di tingkat pusat maupun daerah dalam pelaksanaan Pemilu Serentak tahun 2024.
Dalam podcast Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN) berjudul Seleksi Bawaslu: Menjawab Tantangan Pemilu 2024, Ray mengatakan empat pelanggaran yang diduga akan terjadi pada Pemilu 2024 antara lain, politik uang, politik identitas, aparatur sipil negara (ASN) yang tidak profesional, dan keberpihakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada calon tertentu.
Berita Terkait:
Gerindra Ingatkan Anies Baswedan Tak Mobilisasi ASN Beli Tiket Formula E Jakarta
Tiga Pesan Jokowi untuk Menteri Terkait Pemilu 2024
KSP Imbau Menteri yang Diduga Kejar Popularitas Pilpres Kembali Bantu Jokowi
Pertama, politik uang, menurut Ray merupakan pelanggaran yang sering terjadi ketika penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
“Ini satu penyakit lama yang tidak kunjung sembuh,” kata Ray.
Kedua, politik identitas, kata dia, jenis pelanggaran ini baru muncul saat Pemilu 2014. Kemudian, puncaknya terjadi saat Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 yang kemudian merembet pada pemilu selanjutnya tahun 2019 dan Pilkada 2020.
Tidak menutup kemungkinan pula pelanggaran itu terjadi kembali di Pemilu 2024,” katanya, dikutip RuPol dari Youtube RKN Media.
Ketiga, pelanggaran ASN yang tidak profesional atau berpihak pada calon tertentu, Ray menilai pelanggaran ini mulai terjadi saat Pilkada 2020. Kata dia, saat itu politik identitas menurun, namun kecenderungan ASN untuk berpihak makin terbuka.
“Ketika mereka diadukan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), mereka tidak takut terhadap sanksi yang diberikan, sehingga ini jadi potensi,” ujarnya.
Keempat, soal keberpihakan KPU, dia mengatakan ini merupakan tugas yang harus diawasi oleh Bawaslu.
Pelanggaran ini muncul setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan kembali bahwa keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dapat diperkarakan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Pelanggaran ini kata dia, pernah terbukti muncul pada 2019 dengan bukti salah satu anggota KPU yang terbukti menerima suap terkait pengaturan penetapan hasil suara.
“Oleh karena itu, mungkin karena hal ini, potensi pelanggaran di lingkungan KPU bisa terjadi,” ujarnya. (BJP)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)