Publik terus menanti ujung dari upaya perburuan KPK terhadap Harun Masiku dan dua buronan lainnya. Meski demikian, tidak mudah bagi KPK dalam mengejar para buronan tersebut karena terdapat sejumlah rintangan yang mesti dihadapi guna memproses hukum mereka.
RUANGPOLITIK.COM —Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK kini masih terus berupaya mengejar tiga buronannya yang masih menghirup udara bebas.
Kirana Kotama, Paulus Tannos, dan Harun Masiku telah menjadi buronan selama bertahun-tahun atas kasus korupsi yang menjerat mereka masing-masing.
Publik terus menanti ujung dari upaya perburuan KPK terhadap Harun Masiku dan dua buronan lainnya. Meski demikian, tidak mudah bagi KPK dalam mengejar para buronan tersebut karena terdapat sejumlah rintangan yang mesti dihadapi guna memproses hukum mereka.
Kirana Kotama Jadi Permanent Resident di Luar Negeri
Kirana Kotama merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait penunjukan Ashanti Sales Inc sebagai agen eksklusif PT PAL Indonesia (Persero) dalam pengadaan kapal strategic sealift vessel (SSV) untuk Pemerintah Filipina periode 2014-2017. Dia masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 15 Juni 2017.
Kini, terungkap Kirana Kotama telah mengantongi permanent resident di negara lain. Hal ini menjadi tantangan yang mesti dihadapi KPK guna memproses hukum Kirana.
“Kirana Kotama itu berdasarkan informasi yang kami terima adanya di suatu negara di benua lain. Dia memiliki yang disebutnya itu permanent resident,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur kepada wartawan, Sabtu (12/8/2023).
Asep belum mengungkapkan mengenai negara mana yang kini didiami oleh Kirana Kotama. Dia hanya menyebut, status permanent resident itu berpotensi menghambat perburuan KPK.
“Tetapi kan juga ada perlindungan dari negara tersebut,” ungkap Asep.
Jauh sebelumnya, KPK sempat mengendus keberadaan Kirana Kotama di Amerika Serikat (AS). KPK pun telah membangun koordinasi dengan lembaga lain untuk mengejar yang bersangkutan.
“Sudah kita komunikasikan dengan Interpol,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (2/3/2023).
Paulus Tannos Ganti Identitas
KPK menetapkan empat tersangka kasus korupsi proyek e-KTP pada Agustus 2019. Keempat tersangka itu, yakni mantan anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) sekaligus Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Husni Fahmi, dan Dirut PT Shandipala Arthaputra Paulus Tannos.
Hanya saja, sejak proses penyidikan kasus e-KTP dimulai pada 2014, KPK kesulitan memeriksa Paulus Tannos. Bahkan, KPK hanya dapat menghadirkan Paulus Tannos sebagai saksi di sidang korupsi e-KTP melalui telekonferensi pada Mei 2017.
Belakangan terungkap, Paulus Tannos sudah berganti identitas dan kewarganegaraan. Dia kini telah menjadi warga negara Afrika Selatan (Afsel) dan sudah memiliki paspor negara tersebut.
KPK kemudian koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) terkait masalah kewarganegaraan ganda Paulus Tannos. Koordinasi itu guna mengajukan pencabutan kewarganegaraan Afsel yang kini dipegang oleh Tannos.
“Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri akan meminta kepada pemerintahan di negara yang mengeluarkan paspor tersebut bahwa yang bersangkutan berkewarganegaraan Indonesia dan di sini melakukan tindak pidana,” tutur Asep Guntur kepada wartawan, Sabtu (12/8/2023).
KPK melalui Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) menggandeng Kemenlu guna menghadapi persoalan itu.
“Diminta untuk di sana kewarganegaraannya dicabut kembali,” ungkap Asep.
Brigjen Asep menyampaikan, KPK baru mengetahui Paulus Tannos mengganti identitas serta paspornya beberapa bulan belakangan ini. Di lain sisi, KPK juga telah mengajukan red notice terhadap Paulus Tannos dengan identitas barunya.
“Kita menyampaikan lewat PJKAKI, kita sampaikan bahwa ke Kemlu kita akan menyampaikan ke negara yang mengeluarkan paspor,” ujar Asep.
Harun Masiku yang Misterius
Harun Masiku merupakan mantan caleg PDIP yang terjerat perkara dugaan suap dalam PAW anggota DPR periode 2019-2024.
Dia diduga menyuap komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan supaya dapat ditetapkan sebagai anggota DPR. Namun, sejak OTT terhadap Wahyu dan sejumlah pihak lain pada 8 Januari 2020 hingga saat ini, Harun Masiku masih buron dan menghirup udara bebas.
Baru-baru ini, Kepala Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Polri, Irjen Pol Krishna Murti mengungkapkan soal dugaan Harun Masiku berada di Indonesia. Sebelumnya, Harun sempat dikabarkan bersembunyi di Kamboja.
“Ada data perlintasan yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan (Harun Masiku) ada di dalam negeri. Rumor-rumor yang beredar seperti itu,” kata Krishna di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (7/8/2023).
Hanya saja, Krishna menjelaskan, pihaknya tetap menelusuri dugaan Harun Masiku di luar negeri. Akan tetapi, dia mengaku tak ingat waktu persis Harun Masiku terendus berada di Indonesia.
Krishna menjelaskan, temuan soal perlintasan Harun Masiku telah dia sampaikan ke pimpinan KPK. Dia enggan berbicara banyak soal bagaimana Harun masih bisa berseliweran meski tengah buron.
KPK di lain sisi justru menyebut informasi Harun Masiku ada di Indonesia merupakan data lama. Harun memang masuk ke Indonesia jika mengacu pada data perlintasan resmi. Harun tercatat masuk ke Indonesia pada 7 Januari 2929 atau sehari sebelum OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan.
Brigjen Asep Guntur menyampaikan, sejak itu hingga saat ini belum ada data perlintasan terbaru dari Harun Masiku.
“Tidak tercatat kembali ketika yang bersangkutan keluar dari Indonesia,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Brigjen Asep Guntur di Jakarta, Jumat (11/8/2023).
KPK menduga Harun Masiku keluar dari Indonesia melalui jalur tak resmi. KPK pun sempat menelusuri dugaan keberadaan yang bersangkutan di negara tetangga.
“Karena kami setelah itu mendapat informasi yang bersangkutan ada di negara tetangga. Kami juga sudah datang mengirimkan tim ke negara tersebut dan sudah cek, tapi sampai hari ini belum membuahkan hasil. Iya (negara tetangga seputar ASEAN),” ungkap Asep.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)