Keberhasilan Jagtap tidak hanya merupakan pencapaian pribadi yang mengesankan, tetapi juga menjadi sumber inspirasi bagi banyak remaja di India dan di seluruh dunia.
RUANGPOLITIK.COM —India baru-baru ini menyaksikan pencapaian luar biasa seorang remaja berusia 16 tahun yang berhasil memecahkan Rekor Dunia Guinness.
Dalam aksi yang menakjubkan, Srushti Sudhir Jagtap berhasil menari selama 127 jam tanpa henti.
Prestasi Jagtap dimulai di auditorium sekolahnya pada 29 Mei 2023 dan berlanjut hingga sore hari pada 3 Juni 2023. Dalam periode waktu yang cukup panjang tersebut, dia terus mengikuti irama musik dengan semangat yang luar biasa.
Untuk menjaga kebugarannya, Jagtap diberikan jatah istirahat selama 5 menit setiap jamnya. Dia bijak mengakumulasikan waktu istirahat tersebut untuk mengambil istirahat yang lebih lama, terutama pada larut malam ketika kelelahan mulai terasa.
Menariknya, Jagtap memilih untuk menari dengan gaya Kathak, salah satu dari delapan bentuk utama dari tarian klasik India.
Dengan keputusannya tersebut, dia memiliki tujuan yang mulia untuk mempromosikan budaya India kepada dunia.
“Saya ingin memperkenalkan keindahan tarian klasik India kepada semua orang dan mempromosikan budaya kami,” kata Jagtap dengan antusiasme kepada Guinness World Records.
Sebelumnya, rekor untuk maraton tari terpanjang oleh seorang individu dipegang oleh penari Nepal, Bandana Nepal, dengan durasi 126 jam pada tahun 2018. Namun, Jagtap dengan bangga melampaui rekor tersebut dengan penampilannya yang luar biasa.
Keberhasilan Jagtap tidak hanya merupakan pencapaian pribadi yang mengesankan, tetapi juga menjadi sumber inspirasi bagi banyak remaja di India dan di seluruh dunia.
Dia membuktikan bahwa dengan ketekunan, semangat, dan tekad yang kuat, segala hal yang mungkin terlihat mustahil dapat tercapai.
Dengan mengukir namanya dalam sejarah Rekor Dunia Guinness, Srushti Sudhir Jagtap telah menjadi contoh nyata bahwa batasan hanya ada di pikiran kita.
Dengan dedikasi dan keberanian, siapa pun dapat mencapai mimpi yang dahulu dianggap tak terjangkau. (Sarah Syifa Aisyah Khansa).
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)