Dia menegaskan, semua pihak di IKN masih bekerja sesuai tugas masing-masing. Justru, kabar yang awal mulanya diungkap Said Didu, disebut Dhony adalah sebuah hoaks
RUANGPOLITIK.COM —Kabar soal mundurnya pimpinan otorita Ibu Kota Negara atau IKN hanyalah hoaks atau kabar bohong. Banyak rumors beredar menjelang tahun politik. Pakar komunikasi politik menyebut penyebar rumors layak diragukan etika komunikasi politiknya.
Wakil Kepala Otorita IKN Dhony Rahajoe tegas membantah rumors yang menyebut pimpinan IKN dan jajarannya mundur bersamaan. Pimpinan IKN bahkan disebut mundur karena takut dipenjara.
Dhony Rahajoe menegaskan dirinya dan pimpinan lain di Otorita IKN, termasuk Kepala Otorita Bambang Susantono tidak mengundurkan diri.
Dia menegaskan, semua pihak di IKN masih bekerja sesuai tugas masing-masing. Justru, kabar yang awal mulanya diungkap Said Didu, disebut Dhony adalah sebuah hoaks.
“Itu hoaks mas. Semua tetap bekerja keras sepenuh hati dan sangat kompak,” ujar Dhony dikutip Minggu, (7/5).
Diketahui, rumors pimpinan IKN dan jajarannya mundur bersamaan diembuskan mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu melalui akun twitter pribadinya @msaid_didu, Minggu 7 Mei 2023.
“Saya dapat info bhw scr bersama Pimpinan Otorita Ibu Kota Negara (IKN) mengundurkan diri krn takut masuk penjara shg pekerjaan IKN skrg diambil alih oleh KemePUPR. Terlihat dari yg sering muncul menjelaskan ttg IKN adlh Menteri PUPR – bukan pimpunan IKN. Apakah info tsb benar?”
Namun, eks Sekretaris Menteri BUMN era Rini Soemarno itu tidak menjelaskan kabar itu dia dapatkan dari mana. Cuma yang jelas dirinya sendiri belum tahu kabar tersebut benar atau tidak. Pasalnya di akhir cuitannya Said Didu mempertanyakan apakah kabar tersebut benar.
Merespons hal itu, pengamat komunikasi politik Jamaluddin mengatakan, apa yang dicuitkan Said Didu bukan komunikasi politik karena tidak menyampaikan pesan-pesan politik yang berisi fakta. Karena itu, pesan komunikasi politik seharusnya tidak berisi nonfakta.
Melansir Jawapos.com, Jamaluddin menguraikan, rumors itu pesan yang berisi hanya sedikit fakta. Muatan nonfakta justru lebih dominan. Karena itu, komunikasi politik seharusnya menghindari pesan-pesan rumors.
“Jadi, rumors bukan bagian dari teknik komunikasi politik. Rumors justru menyesatkan karena lebih dominan memuat nonfakta,” ujar Jamaluddin dikutip Senin, (8/5).
Mantan Dekan Fisip IISIP ini menambahkan, rumors memang sulit dibantah. Sebab, sumber rumors pada umumnya tidak jelas. Karena itu, kalau suatu pesan jelas sumbernya, maka tidak dapat disebut rumors.
“Target yang diharapkan dari rumors tentu banyak. Bisa saja salah satunya ingin menggagalkan IKN,” ungkap Jamaluddin.
Menurutnya, pihak yang menyebar rumors tentu tidak memperhatikan etika komunikasi. Sebab, orang tersebut menyampaikan pesan yang memuat nonfakta. Pesan-pesan yang memuat nonfakta tentu mengandung kebohongan. Orang menyampaikan kebohongan tentulah mengabaikan etika.
“Jadi, orang yang menyampaikan rumors layak diragukan etikanya. Hal itu tentunya akan menyentuh ketidaktaatan pelakunya pada etika komunikasi,” pungkasnya.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)