RUANGPOLITIK.COM– Rencana Mahfud MD yang berencana membongkar alur transaksi Rp300 Triliun dalam lingkungan kementrian terpaksa ditunda. Penundaan itu dikatakan oleh Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman.
“Rapat dengan Menko Polhukam tidak jadi digelar dikarenakan surat dari pimpinan DPR ke Menko Polhukam belum ditandatangani,” katanya saat dikonfirmasi RuPol, Senin (20/3/2023).
Dirinya pun menyebut saat ini, Mahfud tengah mendampingi Presiden RI Joko Widodo ke Papua. Dia pun mengatakan rapat ditunda sampai waktu yang belum ditentukan.
“Besok Menko Polhukam mendampingi Presiden ke Papua, sedangkan Rabu dan Kamis libur,” ungkapnya.
Padahal, kata Habiburokhman, Komisi III DPR RO sudah siap menerima kehadiran Menko Polhukam, dan Mahfud MD juga sudah siap untuk hadir membahas soal aliran dana tak wajar Rp300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Kawan-kawan di Komisi III juga bingung mengapa hal seperti ini bisa terjadi. Kami khawatir masyarakat menilai kami tidak serius mensikapi soal 300 T ini,” tutupnya.
Isu ini dinilai cukup membuat DPR bingung, pasalnya dana yang bergulir sangat besar, sedangkan data transaksi senilai Rp300T tersebut bukan dana hasil korupsi. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. Isu yang panas ini tiba-tiba reda begitu saja dengan kesimpulan yang dianggap cepat.
“Ini publik sudah telanjur dibuat bingung oleh banyaknya narasi yang beredar. Jadi saya minta temuan ini tolong benar-benar diusut tuntas. Pun kalau sudah clear, para pemangku kepentingan punya tanggung jawab untuk buka kasus ini seterang-terangnya kepada publik. Kok bisa isunya tiba-tiba clear dan disimpulkan secepat itu?” ujar Sahroni.
Sahroni mengatakan semestinya kasus ini dibuka seterang-terangnya kepada publik. Terlebih, narasi Rp 300 triliun sudah telanjur mengemuka di masyarakat.
Menurut Sahroni, dengan berakhirnya isu ini, ada penilaian di masyarakat seolah-olah kasus dihentikan. Ia juga menilai kasus ini bisa saja sebagai fitnah akibat data yang tidak akurat. Sahroni meminta kejelasan.
“Dua hal yang saya soroti dari temuan besar ini. Pertama, jangan sampai karena terlanjur mendapat perhatian yang begitu besar, kasus ini jadi seakan-akan ‘dihentikan’. Kedua, lebih mengerikan lagi kalau ternyata kasus ini jadi sekedar fitnah akibat informasi awal yang kurang akurat. Sebab efek dari narasi ini telah berimbas langsung kepada suatu lembaga,” pungkasnya (DNG)
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)