RUANGPOLITIK.COM– Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengeluarkan putusan kontroversial terkait sengketa antara Partai Prima dan Komisi Pemilihan Umum. Bukannya memutuskan kasus yang terjadi antara 2 lembaga tersebut, Majelis Hakim justru memutus jika KPU harus menunda pemilu pada 2024 menjadi tahun 2025.
Lalu bagaimana tanggapan partai-partai di DPR menanggapi putusan tersebut. Apakah seluruh partai menolak putusan PN Jakarta Pusat tersebut atau justru ada yang mendukungnya:
Berikut tanggapan para parpol peserta Pemilu yang berhasil dihimpun RuPol, Senin (6/3/3/2023).
1. PDI Perjuangan
Menurut Hasto Kristianto Sekjen PDI Perjuangan ia menilai bahwa ada hal misterius dibalik putusan hakim ini. Bahkan ia tak menampik adanya manuver ada pihak tertentu yang mencoba mengacaukan situasi ini. Dan PDIP tetap menjunjung tinggi amanat konstitusi.
“Ada manuver yang harus kita selidiki dimana kekuatannya yang mencoba menggunakan hukum menjadi alat untuk merobak seluruh tatanan demokratis yang diamanatkan konstitusi (pemilu lima tahunan),” tegasnya.
2. Partai Gerindra
Sementara itu partai Gerindra tetap meyakini jika Pemilu 2024 akan tetap dijalankan sesuai amanat konstitusi. Hal ini disampaikan oleh Sugiono Wakil Ketua Harian DPP Gerindra
“Gerindra akan selalu taat kepada ketentuan dan asas konstitusional. UUD NRI tahun 1945 menyatakan bahwa pemilu dilaksanakan secara luber dan jurdil setiap lima tahun sekali dan itu merupakan sebuah perintah yang jelas dari konstitusi kita,”
3. PKS
Politisi PKS mencoba melihat ini dengan rasionalitas dan mencoba tak mengkaitkannya dengan politisir penundaan pemilu.
Hal ini disampaikan oleh Al Muzzammil Yusuf yang menjabat sebagai Ketua Bidang Politik, Hukum dan HAM Partai PKS.
“Mudah-mudahan putusan tersebut “murni putusan satu PN saja. Tidak terkait dengan langkah2 pihak tertentu untuk orkestrasi pengunduran jadwal fix Pemilu pada 14 Feb 2024,” ucapnya.
Dan ia menilai sudah banyak analisa yang dilakukan para pakar bahwa soal pemilu bukan wilayah PN Jakpus.
“Kalo murni putusan PN saya kira sudah jelas terjawab melalui pandangan banyak Pakar hukum tatanegara bahwa putusan tersebut memang Bukan ranah kewenangan PN,” tegasnya.
4. PKB
Aksi keberatan juga disampaikan oleh Mikhael Sinaga selaku Juru Bicara DPP PKB.
“Putusan yang dikeluarkan PN Jakpus perihal penundaan pemilu sangat tidak tepat. Penundaan pemilu adalah perampasan terhadap hak-hak masyarakat,” ucapnya.
5. PPP
Sementara itu PPP mengimbau tetap menghormati apapun putusan PN Jakpus sebagai bagian dari konsekuensi hukum, Menurut Achmad Baidowi selaku Ketua Bidang Fungsional DPP PPP akan menunggu langkah KPU selanjurnya.
“Putusan PN Jakarta Pusat wajib kita hormati, kita sebagai negara hukum harus menjunjung hal ini. Proses selanjutnya Banding pihak terkait KPU maka kita dorong KPU lakukan banding dan PPP mendukung langkah ini,” ucap Awik.
Karena ia menilai, PPP tak bisa berbuat banyak mengingat putusan hakim sudah ditetapkan. Hanya PPP terus mendorong agar KPU mengajukan keberatan atas putusan ini.
“Kita PPP tak bisa berbuat apa-apa tapi kami mendukung KPU untuk melakukan banding dan itu menjadi hak KPU,” pungkasnya.
6.GOLKAR
Kritikan juga disampaikan oleh Golkar bahwa tidak ada alasan Pemilu ditunda karena itu merupakan amanat dari konstitusi. Penjelasan ini diungkap oleh Ahmad Doli Kurnia sebagai Waketum Partai Golkar
“Pemilu ini diatur dalam Undang-Undang (UU), bahkan UUD kita mengatakan pemilu itu lima tahun sekali. Jadi, habis dari 2019 ya 2024,” tegasnya.
Untuk itu ia menilai penundaan pemilu harus mengkaji dulu soal Undang-Undang, dan semua itu ada aturan yakni di Mahkamah Konstitusi.
“Nah, terus kalau pun kita mau menunda pemilu, ya, atau yang dipersoalkan itu UU-nya. Nah, kalau mau mempersoalkan UU, itu ranahnya MK (Mahkamah Konstitusi). Bukan ranah PN,” kritik politisi Golkar ini.
7. NASDEM
Kritikan keras juga dilontarkan NasDem bahwa putusan ini dianggap menodai konstitusi. Menurut Atang Irawan yang menjabat sebagai Ketua Bidang Hubungan Legislatif DPP Partai Nasdem
“Ini adalah penodaan terhadap konstitusi. Kenapa demikian, karena dalam putusan PN Jakpus menyatakan menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024. Padahal, amanat konstitusi jelas menyatakan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali,” ucap Atang.
8. PAN
Sementara itu, sikap PAN sendiri lebih menunggu bagaimana langkah KPU selanjutnya. Hal ini diungkap oleh Yandri Susanto yang menjabat sebagai Waketum PAN.
“Kalau penundaan pemilu itu kan pengadilan ya, jadi kita dengar KPU akan banding. Kami meyakini KPU dengan berbagai argumentasinya mengajukan banding,” kata Yandri.
9. DEMOKRAT
Sementara politisi Demokrat melihat ini sebagai bentuk uji coba selera pasar jika isu ini dilemparkan ke publik dan melihat seperti apa reaksi yang timbul. Analisa ini disampaikan oleh Irwan Fecho yang menjabat sebagai Wasekjen DPP Demokrat
“Bisa jadi sebagai upaya test the water untuk hidupkan terus upaya penundaan pemilu sebagai bagian dari perpanjangan masa jabatan presiden,” ucapnya.
Proses gugatan yang diajukan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) tidak diekspose ke publik sejak awal, terutama dengan adanya tuntutan penundaan pemilu.
Putusan PN Jakpus, menurut JPRR, merupakan tindakan brutal karena berdasarkan sistem hukum pemilu, Pengadilan Negeri hanya mendapatkan wewenang untuk menyelesaikan perkara tindak pidana pemilu dan penyelesaian perselisihan partai politik. Hal itu disampaikan Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Nurlia Dian Paramita.
“Ini tindakan brutal jika suara penundaan pemilu itu muncul dari Pengadilan Negeri,” ucap Nurlia, Sabtu (4/3/2023).
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan KPU RI untuk menunda pelaksanaan Pemilu 2024 dianggap tidak relevan dengan persoalan gugatan.
JPPR mendorong agar proses persidangan selanjutnya mendapatkan atensi dari Komisi Yudisial (KY) guna melakukan pemantauan persidangan secara masif sampai dengan berkekuatan hukum tetap (inkrah).
“Untuk memastikan proses persidangan ke depan menjamin penerapan Kode Etik dan Pedoman Prilaku Hakim (KEPPH),” ujarnya. (DNG).
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)