Selain perubahan UU ITE tersebut Pasal 622 Ayat 1 huruf R UU No 1 tahun 2023 tentang kitab UU hukum pidana terdapat ketentuan UU ITE yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
RUANGPOLITIK.COM — Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate menjelaskan daftar pasal-pasal yang akan dicabut dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Ada sebanyak 10 pasal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) akan dicabut dalam pembahasan revisinya. Pencabutan tersebut terjadi karena sahnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Selain perubahan UU ITE tersebut Pasal 622 Ayat 1 huruf R UU No 1 tahun 2023 tentang kitab UU hukum pidana terdapat ketentuan UU ITE yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” kata Johnny dalam Rapat Kerja Bersama Komisi I DPR RI, Senin (13/2).
Adapun 10 pasal yang dicabut, pertama adalah ketentuan Pasal 27 Ayat 1 mengenai kesusilaan dan Ayat 3 mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik. Kedua, ketentuan Pasal 28 Ayat 2 mengenai ujaran kebencian berdasarkan SARA.
Ketiga, ketentuan Pasal 30 mengenai akses ilegal. Keempat, ketentuan Pasal 31 mengenai intersepsi atau penyadapan. Kelima, ketentuan Pasal 36 mengenai pemberatan hukuman karena mengakibatkan kerugian terhadap orang lain.
“Keenam, ketentuan Pasal 45 Ayat 1, ancaman pidana terhadap pelanggaran Pasal 27 Ayat 1 terkait kesusilaan dan Ayat 3 mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran Pasal 27 Ayat 3 terkait penghinaan dan pencemaran nama baik,” ujar Johnny.
Tujuh, ketentuan Pasal 45a Ayat 2 mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran Pasal 28 Ayat 2 terkait ujaran kebencian berdasarkan SARA. Selanjutnya, ketentuan Pasal 46 mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran Pasal 30 terkait akses ilegal.
Sembilan, ketentuan Pasal 47 mengenai ancaman pidana mengenai pelanggaran pidana Pasal 31 terkait intersepsi atau penyadapan. “Dan ke-10, ketentuan Pasal 51 Ayat 2 mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran Pasal 36 terkait pemberatan hukuman karena mengakibatkan kerugian terhadap orang lain,” ujar Johnny.
Johnny menjelaskan, ada tujuh poin yang diusulkan pemerintah dalam revisi UU ITE. Pertama adalah perubahan terhadap ketentuan Ayat 1, Ayat 3, dan Ayat 4 Pasal 27 mengenai kesusilaan, penghinaan, dan/atau pencemaran nama baik, dan pemerasan, dan/atau pengancaman.
Ayat-ayat dalam Pasal 27 tersebut akan merujuk kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, seperti yang sudah dijelaskan di atas. Poin kedua adalah perubahan ketentuan Pasal 28, sehingga hanya mengatur ketentuan mengenai berita bohong atau informasi menyesatkan yang menyebabkan kerugian materiil konsumen.
“Ketiga, penambahan ketentuan Pasal 28a di antara Pasal 28 dan Pasal 29 mengenai ketentuan SARA dan pemberitahuan bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat,” ujar Johnny.
Empat, perubahan ketentuan penjelasan Pasal 29 mengenai perundungan atau cyber bullying. Selanjutnya, perubahan ketentuan Pasal 36 mengenai pemberatan hukuman karena mengakibatkan kerugian terhadap orang lain.
Poin keenam, perubahan ketentuan Pasal 36 dalam UU ITE mengenai pemberatan hukuman karena mengakibatkan kerugian terhadap orang lain. Terakhir adalah perubahan ketentuan Pasal 45a terkait pidana atas pemberitahuan bohong dan informasi menyesatkan yang menimbulkan keonaran di masyarakat.
“Perubahan UU ITE dilakukan terhadap beberapa ketentuan di antaranya terkait kesusilaan, berita bohong, perundungan, dan ancaman pidana yang menyertai ketentuan tersebut. Perubahan kedua UU ITE juga perlu diharmonisasi dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP,” ujar Johnny.
Wakil Ketua Komisi I Abdul Kharis meminta sembilan fraksi untuk menyiapkan daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi UU ITE. Setelah itu, DIM tersebut akan diserahkan kepada pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
“Pembahasan akan segera dilakukan setelah masa reses berlangsung, mudah-mudahan DIM bisa segera kami kirim untuk kemudian bahan rapat dalam forum bentuk panja pembahasan RUU,” ujar Kharis.
Anggota Komisi I DPR Rizky Natakusumah menyambut baik keseriusan pemerintah dalam merevisi UU ITE. Namun, ia melihat adanya kerancuan dalam proses tersebut, yang baru dimulai pembahasannya pada Senin (13/2/2023).
Ia menjelaskan, surat presiden (surpres) revisi UU ITE sendiri sudah diterima DPR pada akhir 2021. Namun, Ketua DPR Puan Maharani baru membacakan surpres tersebut dalam rapat paripurna pada akhir Desember 2022.
Dalam rentang satu tahun tersebut, DPR sudah mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjadi undang-undang pada 6 Desember 2022. Sedangkan sejumlah pasal dalam revisi UU ITE bersinggungan dengan KUHP yang lama.
“Berarti kalau misalnya Pasal 27 Ayat 1 dan Ayat 3 dicabut oleh KUHP apakah DIM dari pemerintah kemarin yang disampaikan oleh pemerintah ke DPR terkait revisi UU ITE yang melalui surpres 2021 apakah masih relevan atau tidak,” ujar Rizky.
Adapun poin-poin revisi yang baru disampaikan oleh Menkominfo Johnny G Plate masih mengacu pada surpres yang dikirimkan pada akhir 2021. Artinya, sejumlah pasal di dalamnya tak lagi relevan dengan KUHP yang baru.
“Karena kalau misalnya sudah dicabut oleh KUHP, seharusnya pasal dan penjelasannya harusnya dicabut dong. Artinya apa? barang yang kita pegang sejauh ini masih perlu harmonisasi,” ujar Rizky.
“Nah harmonisasi ini, karena ini inisiatif dari pemerintah artinya kan pemerintah yang harus bisa mengharmonisasi itu dan kemaren DIM yang sudah kita kumpulkan akan diberikan kepada pemerintah. Itu adalah DIM sandingan dari surpres yang disampaikan kepada kami pada 2021,” sambung politikus Partai Demokrat itu.
Sebelumnya, DPR menggelar rapat paripurna ke-10 DPR Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023. Dalam forum tersebut, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan pihaknya telah menerima surpres terkait revisi UU ITE.
Terungkap, surpres itu sudah diterima sejak 16 Desember 2021. Namun baru dibacakan dalam rapat paripurna pada November 2022.
“Perlu kami beritahukan bahwa pimpinan DPR sudah menerima Surat dari Presiden Nomor R58 tanggal 16 Desember (2021) tentang Rancangan UU Perubahan kedua UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE,” ujar Puan dalam rapat paripurna, Kamis (17/11/2022). (Syf)
Editor: Syafri Ario, S. Hum
(Rupol)