RUANGPOLITIK.COM — Hasil pertemuan Partai Golkar dan PKS pada Selasa (7/2/2023), di antaranya seputar dukungan untuk Pemilu 2024 digelar dengan sistem proporsional terbuka. Hal itu diungkapkan oleh Wakil Ketua Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia, di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Dalam pertemuan itu, menurutnya, kedua parpol sama-sama menyatakan sikap mendukung pemilu berlangsung menggunakan sistem proporsional terbuka.
Adapun berdasarkan hasil pertemuan kedua parpol, menurut Doli, Golkar dan PKS ingin mendorong agar Mahkamah Agung (MK) mempertimbangkan suara mayoritas parpol parlemen yang ingin pemilu tetap berjalan terbuka.
“Ini kan sudah aspirasi mayoritas, di DPR sudah 8 partai politik (yang mendukung. Saya rasa seluruh elemen masyarakat juga termasuk masyarakat sipil, dan lainnya juga mendukung,” papar Doli.
Hal kedua yang juga dibahas dalam pertemuan itu, menurut Doli, kedua parpol sepakat untuk menjaga agar Pemilu 2024 berjalan sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Kita sudah ada konsensus bahwa pemilu itu dilaksanakan 5 tahun sekali, dan kita tahu 5 tahun lalu itu 2019. Artinya yang berikutnya adalah 2024,” ucap dia.
Ia menganggap tahapan pemilu saat ini sudah berjalan. Oleh karena itu, Golkar dan PKS sepakat untuk mengawal agar prosesnya berlangsung sesuai jadwal.
“Kita sama-sama memiliki kewajiban untuk menjaga pemilu ini menjadi pemilu yang sukses,” tutur dia.
“Sukses ini adalah memenuhi jurdil (jujur adil), luber (langsung, umum, bebas, rahasia), dan produknya semua menjadi lebih berkualitas,” kata dia.
Hingga kini, wacana perpanjangan masa jabatan presiden masih terdengar. Terbaru, seorang warga bernama Herifuddin Daulay mengajukan gugatan uji materi Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Ia menguji soal syarat presiden/wakil presiden hanya bisa menjabat maksimum 2 kali masa jabatan dalam jabatan yang sama. Dalam gugatan Nomor 4/PUUXXI/2023 itu, Herifuddin menganggap pembatasan masa jabatan presiden lebih banyak membawa kerugian.
Uji Materi di Mahkamah Konstitusi
Sementara itu, MK tengah mempersidangkan gugatan uji materi UU Pemilu soal sistem proporsional terbuka. Para pemohon meminta agar pemilu berlangsung dengan sistem proporsional tertutup.
PDI-P menjadi satu-satunya partai di DPR Ri yang mendukung agar pemilu kembali berjalan dengan sistem proporsional tertutup. Makna pemilu tertutup ini dalam pemilu masyarakat akan memilih parpol sajadan bukan calon wakil rakyat langsung.
Dengan kata lain, pemilih mencoblos gambar atau lambang partai di surat suara.
Di sisi lain, pemilu dengan sistem proporsional terbuka berbeda dari sistem proporsional tertutup. Sistem pemilu proporsional terbuka berarti pemilih mencoblos nama atau foto kandidat di surat suara.
Efriza: Waspada Intervensi Hakim MK, Bisa Membuat Penundaan Pemilu
Sementara itu, menurut pengamat politik dari Citra Institute, Efriza mengatakan keputusan Mahkamah Konstitusi menjadi ujung tombak kemana arah pemilu 2024 nanti.
“Semestinya MK tetap berpegang teguh pada mengkaji antara nilai-nilai konstitusi dan undang-undang, kemudian dengan keputusannya yang lalu, dan juga menganalisis dinamika perpolitikan pemilu di Indonesia. Hakim MK adalah penjaga konstitusi, ia adalah orang-orang cerdas, terpilih didasari penilaian kuat atas keilmuannya,” ungkapnya.
Efriza juga menambahkan jika Hakim MK yang berjumlah 9 orang, memang dipilih dari tiga institusi Trias politika, legislatif, eksekutif, dan yudikatif (MA). Meski mereka dipilih secara politis namun hakim MK memiliki independensi yang kuat atas keputusan hukumnya, dan keputusan MK adalah final dan mengikat.
“Diyakini dalam keputusan ini, sepertinya MK tidak akan bulat, beberapa hakim MK disinyalir akan melakukan dissenting opinion atas perdebatan atas dua sistem ini. Sayangnya, intervensi ini amat memungkinkan dilakukan oleh eksekutif. Sebab ada upaya kekuasaan mengintervensi keputusan yang akan dibuat oleh hakim-hakim MK,” jelasnya.
Ia menilai kecurigaan publik dapat menjurus kepada adanya hubungan keluarga hakim MK dengan Jokowi, dan juga salah satu hakim MK diganti ditengah jalan oleh DPR utamanya vokal permintaan pergantian hakim MK oleh anggota DPR PDIP di Komisi III. Amat mungkin publik khawatir, Hakim MK tidak punya nyali dalam memutuskan.
Apa yang semestinya dilakukan oleh hakim MK jika seperti itu, baiknya hakim MK membuat keputusan bernuansa politik saja, seperti dalam putusan Presidential Threshold, seluruh gugatan dengan alasan apapun digugurkan oleh MK dengan dalih itu adalah keputusan terbuka yang dibuat oleh DPR dan Presiden dalam membuat Undang-undang.
“Keputusan MK terkait presidential threshold itu kuat dugaan ada intervensi tak tampak di permukaan, tetapi hakim MK masih bisa menjaga martabat institusi MK dengan membuat keputusan bernuansa politik,” ulasnya.
Yusril dari PBB sebagai pihak terkait ingin menggunakan dalih bahwa ia merasa punya legal standing karena PBB tidak turut memproses undang-undang itu. Hakim MK bisa berdalih hal yang sama keputusan itu. Hakim MK dalam uji konstitusionalitas bisa membuat pernyataan, sistem proporsional adalah konstitusional, sedangkan berkenaan dengan proporsional tertutup atau terbuka merupakan kebijakan terbuka dalam ranah pembentuk undang-undang.
Saat ini memang sudah semestinya MK memutuskan proses ini dengan lebih cepat, sebab amat memengaruhi agenda tahapan pemilu ke depannya.
“MK perlu diawasi jangan sampai ada intervensi kepada hakim-hakim MK yang malah menyebabkan kekacauan penyelenggaraan proses pemilu,” tegas Efriza.
Memungkinkan jika keputusan MK menerima gugatan itu, lalu memutuskan sistem proporsional tertutup, akan menyebabkan perdebatan di parlemen.
“Amat memungkinkan akan proses ini dalam menyikapi keputusan MK malah akan dibawa kepada agenda revisi undang-undang pemilu, jika seperti ini, potensi deadlock dapat terjadi, ujungnya adalah dapat terjadi penundaan pemilu,” pungkasnya.
Oleh sebab itu, memang masyarakat sipil yang perlu menjaga intervensi atas penyelenggaraan pemilu 2024, Pemerintah saat ini bandulnya tidak dapat berperilaku netral, bahkan pemerintah punya kepentingan besar dalam pemilu sebab amat terkait dengan keberlanjutan proyek strategis nasional.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)