RUANGPOLITIK.COM — Ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata menerangkan bahwa supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat:
Jika tidak memenuhi syarat sah suatu perjanjian, persetujuan atau perjanjian yang dibuat bisa dikatakan batal demi hukum.
1. Kesepakatan Para Pihak
Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya disederhanakan menjadi kesepakatan para pihak. Jika diartikan, kesepakatan berarti adanya penyesuaian kehendak yang bebas antara para pihak mengenai hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian.
Dalam hal ini, setiap pihak harus memiliki kemauan yang bebas (sukarela) untuk mengikatkan diri, di mana kesepakatan tersebut dapat dinyatakan secara tegas maupun diam-diam. Adapun makna dari bebas adalah lepas dari kekhilafan, paksaan, dan penipuan.
Apabila adanya unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan hal ini berarti melanggar syarat sah perjanjian. Ketentuan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1321 KUH Perdata yang menerangkan bahwa tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
2. Kecakapan Para Pihak
Dalam konteks kecakapan untuk membuat suatu perikatan, yang menjadi subjek adalah pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Pasal 1329 KUH Perdata menerangkan bahwa tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu.
Terkait siapa yang dinyatakan tidak cakap, Pasal 1330 KUH Perdata menerangkan bahwa yang tidak cakap untuk membuat persetujuan adalah anak yang belum dewasa; orang yang ditaruh di bawah pengampuan; dan perempuan yang telah kawin dalam hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu
Terkait suatu pokok persoalan atau hal tertentu bermakna apa yang menjadi perjanjian atau diperjanjikan oleh kedua belah pihak. Pada intinya, barang yang dimaksud dalam perjanjian ditentukan jenisnya, yakni barang yang dapat diperdagangkan. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 1332 KUH Perdata yang menerangkan bahwa hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok persetujuan.
Kemudian, Pasal 1333 KUH Perdata menerangkan bahwa suatu persetujuan harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.
4. Sebab yang Halal
Makna suatu sebab yang tidak terlarang atau halal dalam konteks perjanjian berkaitan dengan isi perjanjiannya atau tujuan yang hendak dicapai oleh para pihak yang terlibat. Isi dari suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum.
Hal tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata yang menerangkan bahwa suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.
Berkenaan dengan keempat syarat sah perjanjian ini, Niru A. Sinaga dalam Binamulia Hukum Vol. 7, menerangkan bahwa syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif karena menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Sementara itu, syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif karena menyangkut objek dari perjanjian. Jika syarat subjektif (syarat sah perjanjian poin pertama dan kedua) tidak terpenuhi, perjanjian dapat dibatalkan.
Namun, apabila syarat objektif (syarat sah perjanjian poin ketiga dan keempat) yang tidak terpenuhi, perjanjian yang dibuat dikatakan batal demi hukum atau berarti perjanjian dianggap tidak pernah terjadi.
Sumber: hukumonline.com
Editor: Syafri Ario
(Rupol)