RUANGPOLITIK.COM — Dalam gelaran HUT PDI Perjuangan Ke-50, Selasa (10/1/2023) lalu, Ketua Umum PDIP Megawati menyampaikan Presiden Jokowi tidak akan menjadi apa-apa tanpa dukungan dari partainya yang berhasil menjadikan Jokowi sebagai Presiden.
“Pak Jokowi kalau tidak ada PDI Perjuangan aduh kasihan lah. Loh legal formal loh. Beliau jadi presiden itu tidak ada kan ini,” kata Megawati.
Putri Bung Karno ini juga menyampaikan didepan ribuan kadernya, proses Jokowi selama pencapresan yang selalu didampinginya. Bahkan, penunjukkan wakil presiden Maruf Amin merupakan permintaan dari dirinya.
“Diikutin terus sama saya aturan mainnya. Terus pak Maruf saya minta. Kaget Pak Maruf. Pak Maruf itu dulunya sama sama di BPIP. Waktu itu masih UKPIP. Setelah itu ada Pak Mahfud terus saya bilang Pak Jokowi entar saya minta izin untuk pendamping bapak Pak Maruf ya. Saya bilang ke Pak Maruf terus bilang Pak Mahfud diambil sebagai Menkopolhukam,” jelas Megawati.
Ia juga sempat heran lantaran tak dapat jabatan apapun meskipun berstatus atasannya Jokowi. Namun, dia tidak masalah lantara tak mencari kekuasaan.
“Terus saya bilang enak ya, aku tadinya bos mereka. Eh tiba tiba diambil sama Pak Jokowi. Saya tak cari kuasa tau nggak. Ya gitu dong,” ujarnya.
Tanggapan Politisi ‘Wajar Jokowi Kader PDIP’
Pesan yang disampaikan oleh Megawati terkait Jokowi tanpa PDIP tersebut ditanggapi oleh Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar), Ahmad Doli Kurnia. Dalam Pilpres 2019 Golkar masuk sebagai parpol pendukung Jokowi.
Doli mengatakan, pendapat tersebut disampaikan Megawati karena dia menganggap Jokowi sebagai keluarga besar PDI Perjuangan.
“Saya kira kan ibu Megawati menganggap pak Jokowi itu adalah bagian dari keluarga besar PDI Perjuangan,” kata Doli, saat ditemui, di Gedung Parlemen RI, Rabu (11/1/2023).
Lebih lanjut, menurutnya, sikap Megawati itu layaknya respons orang tua yang melihat kadernya memimpin Indonesia hingga dua periode.
“Itu lebih daripada sikap orang tua yang melihat bahwa ada kader partainya yang sudah memimpin Indonesia dalam dua periode,” jelas Doli.
Doli menyebut, hal tersebut harus dihormati.
“Dan itu saya kira harus kita hormati sebagai seorang pemimpin partai politik yang kadernya sedang memimpin negara sebesar Indonesia ini,” tuturnya.
Sementara itu, menurut Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menjelaskan pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri penanda bahwa PDIP akan selalu berada di belakang Jokowi.
“Ini kan forum kangen-kangenan, ibu ini kan digerakkan oleh mata hati, sehingga ketika lihat Pak Jokowi dikritik itu kan Bu Mega langsung membela, semua kader langsung membela,” kata Hasto Kristiyanto kepada wartawan, Rabu (11/1/2023).
Hasto Kristiyanto menegaskan, perkataan Megawati itu justru menandakan bahwa Ketum PDIP akan terus memberikan dukungan bagi Jokowi dan terus berlanjut sampai akhir masa jabatan Presiden tahun 2024.
“Bahkan hubungan dengan Pak Jokowi ini kan hubungan yang sudah sangat dalam,” pungkasnya,
Warning Keras Megawati Lebih Berkuasa
Hal ini direspon oleh Direktur Eksekutif Indostrategic dan pengamat politik Ahmad Khoirul Umam, bahwa pernyataan Megawati tersebut bermakna sebagai peringatan untuk Jokowi. Bahwa Megawati masih memiliki kekuatan politik yang besar dibanding Jokowi.
“Megawati ingin menunjukkan bahwa dirinya punya kekuatan politik lebih besar dibanding Jokowi. Di saat yang sama, statemen Mega itu juga bermakna peringatan agar Jokowi tidak lupa pada jasa dirinya yang akhirnya memutuskan untuk mencapreskan Jokowi,” kata Khoirul, Rabu (11/1/2023).
Ia mengatakan, peringatan tersebut agar Jokowi jangan melakukan manuver melampaui batas kewenangannya, terutama soal pencapresan.
“Artinya, Megawati ingin memperingatkan Jokowi agar tidak “bermain sendiri” hingga melewati batas-batas kewenangan yang seharusnya dikendalikan Megawati sebagai pimpinan PDIP,” ungkapnya.
Menurutnya, jika Jokowi bermanuver sendiri dengan membentuk poros koalisi yang konon ditujukan untuk menggiring keputusan PDIP, maka langkah itu dirasa offside secara politik oleh Megawati. Karena pidato Megawati tersebut dianggap sebagai sebuah peringatan yang sangat keras.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)