RUANGPOLITIK.COM— Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari mengatakan ada kemungkinan pemungutan suara Pemilu 2024 nanti dilakukan dengan sistem proporsional tertutup atau memilih partai bukan caleg. Hasyim mengatakan sistem tersebut sedang disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup,” kata Hasyim dalam acara Catatan Akhir Tahun 2022 di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (29/12).
Mengenai hal ini, Ray Rangkuti pengamat politik dan pendiri Lingkar Madani (LIMA) mengkritisi sikap KPU yang berbicara secara terbuka di ranah publik. Terutama mekanisme pemilu yang dianggap perubahan ini dapat berimplikasi kepada situasi politik yang sedang berkembang.
“Setidaknya sudah dua kali, ketua KPU mengomentari suatu kebijakan negara. Dalam hal ini soal sistem pemilu. Dalam acara akhir tahun 2022, ketua KPU juga mengomentari soal kemungkinan sistem pemilu legislatif yang berubah: dari proporsional terbuka ke proporsional tertutup. Sekalipun terdengar lebih bersifat antisipasi, tapi pernyataan itu di ruang publik tetap saja dapat berimplikasi terlihat pada pilihan tertentu, ” ucapnya, Selasa (3/01/2023).
Menurut Ray pernyataan itu amat tidak elok. Selain karena perkara ini tengah disidangkan, juga karena hal itu tidak sesuai dengan tupoksi KPU. Ketua dan anggota KPU adalah pelaksana aturan. Oleh sebab itu, ruang mereka untuk menyatakan pendapat tentang berbagai hal di luar tekhnis pemilu dan pendidikan politik, sebaiknya ditahan atau setidaknya disampaikan dalam ruang terbatas.
“Apalagi dalam suasana di mana dalam dua minggu terakhir ini, KPU dalam sorotan luas akibat kontroversi penetapan partai politik peserta pemilu 2024. Rasanya, kontroversi tentang hal ini belum selesai, kini, KPU memunculkan perbincangan tentang sistem pemilu yang di luar tupoksi mereka, ” tegasnya.
Sementara itu, Ray juga mengkritik soal
imbauan ketua KPU agar sosialisasi tidak terlebih dahulu dilakukan dengan foto diri misalnya seperti menunjukan suatu sikap yang seolah mendukung sistem proporsional tertutup.
“Selain terlihat adanya kecenderungan terhadap sistem tertentu, ide ini juga buruk dan mundur. Proporsional terbuka adalah jawaban atas keputusasaan publik atas kinerja dan kepedulian partai yang seolah abai terhadap amanah rakyat. Satu sistem yang dikritik secara luas karena hanya akan melahirkan caleg atau politisi yang membebek. Mereka tidak peduli apa kata rakyat, selama punya hubungan dengan ketua partai, jatah untuk dapat dapil dengan nomor urut atas potensial tetap didapat. Kala itu, rakyat seperti membeli kucing dalam karung,” jelasnya.
Ray Rangkuti juga menyoroti sisi gelap dalam sistem pemilu tertutup. Satu istilah yang menunjukan betapa gelap hubungan rakyat dengan calegnya. Karena hanya ada nomor, lambang dan nama partai di surat suara, maka siapapun akhirnya yang terpilih, rakyat harus terima. Sekalipun, mereka sama sekali tidak kenal, dan bahkan tidak pernah bersentuhan. kuasa partai di atas kuasa rakyat.
Karena itu, ia kembali mengingatkan sejarah reformasi, proporsional inilah salah satu yang paling banyak diminta. Yang akhirnya berujung dengan proporsional terbuka. Dan setidaknya, sekalipun sangat jauh dari memuaskan, tapi setidaknya hubungan caleg dengan pemilih terus terkelola.
“Di sinilah himbauan Ketua KPU tersebut seolah mundur dan terkesan mendukung proporsional tertutup. Suatu himbauan yang menarik kita kembali ke zaman gelap politik,” telaah Ray lebih jauh.
Maka jika rencana menerbitkan aturan sosialisasi dengan tidak memuat foto bacaleg adalah pikiran mundur dan surut. Karena itu ide untuk menerbitkan larangan memperkenalkan diri sebagai bacaleg kepada para pemilih dalam sosialisasi sangat layak untuk ditolak.
“Di luar itu, LIMA Indonesia juga mendorong agar dalam aturan yang akan dibuat memuat keharusan untuk membuat laporan penggunaan dana sosialisasi. Sekalipun tidak bersifat keharusan, laporan semisal ini tetap harus didorong untuk dilakukan. Soal tekhnisnya, tentu dapat dipikirkan bersama,” pungkasnya. (IY)
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)