RUANGPOLITIK.COM — Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengungkap kemungkinan merombak atau me-reshuffle menteri di Kabinet Indonesia Maju masih mungkin terjadi. Hal itu Jokowi sampaikan merespons hasil survei Charta Politika yang menunjukkan bahwa mayoritas responden setuju ia merombak susunan kabinet.
“Mungkin,” kata Jokowi seusai meresmikan Bendungan Ciawi dan Sukamahi di Kabupaten Bogor, Jumat (23/12/2022).
Kendati demikian, Jokowi tidak mengungkapkan kapan reshuffle kabinet akan dilakukan. Namun menurut pengamat politik dari Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago.
Ia mengungkapkan bahwa Partai NasDem dinilai punya hak menolak jika menterinya dicopot dari kabinet oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab, keputusan tersebut dinilai tidak adil bagi partai besutan Surya Paloh tersebut.
Menurutnya, isu didepaknya menteri asal NasDem dari kabinet karena tak mendukung calon presiden (capres) jagoan Jokowi, dinilai tidak fair.
“Kan sebenarnya NasDem punya hak, karena itu kan kerja NasDem dulu,” jawabnya.
Ia juga mempertanyakan profesionalitas dan standarisasi dari Presiden Jokowi jika ada yang akan dicopot dari kursi menteri.
“Kenapa harus diuji standarisasi, harus memastikan dan mendukung? Karena nggak mendukung jagoannya Pak Jokowi, mereka kemudian direshuffle, kan enggak fair lah,” tegasnya.
Dan ia juga mengkritik bahwa dalam persoalan Pilpres lalu, NasDem sudah mendukung Jokowi all out. Tentunya ini juga harus dipahami sebagai konsekuensi bahwa selama ini NasDem berada di koalisi pemerintahan.
“Mestinya sih pilpres kan sudah selesai, dan itu sudah bagian dari mereka kan,” kata Pangi Sabtu (24/12).
Pangi menuturkan, masuknya menteri dari NasDem di kabinet Jokowi, merupakan hasil kerja kemenangan pada Pilpres 2019.
Seharusnya, kata dia, eks Wali Kota Surakarta itu harus menjaga menteri dari NasDem hingga masa jabatan berakhir.
“Artinya harus dijaga lah, jangan sampai terkesan itu miliknya Pak Jokowi kekuasaannya, itu kan milik bersama, karena kan NasDem ikut berkontribusi mengantar Pak Jokowi, mengawal” ungkapnya lagi.
Dan ia menilai konsekuensi mempertahankan NasDem adalah kontrak politik yang harus disepakati oleh presiden sebagai parpol pengusung.
“Sebenarnya itu haknya NasDem, dan enggak fair lah hanya karena NasDem berbeda pilihan, jatah kursi mereka dikurangi, kan NasDem menyatakan tidak keluar menjadi oposisi, hanya berbeda dukungan,” ulas Pangi.
Pangi menuturkan, jika menteri dari NasDem didepak oleh Jokowi, maka bisa menjadi bahan pembelajaran, sikap presiden Jokowi tak negarawan, beda dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Itu pembelajaran bagi NasDem, ternyata di Indonesia ini Pak Jokowi berbeda dengan Pak SBY. Kalau Pak SBY kan tidak berbicara presiden selanjutnya, kalau sudah selesai, ya sudah dengan kontraknya habis. Kalau bagi Pak Jokowi kan belum, dan kalau nanti NasDem dikurangi jatah menterinya, ya begitu lah Pak Jokowi modelnya. Harus loyalitasnya itu sampai selesai,” paparnya.
Namun begitu, Pangi menilai sudah menjadi resiko Partai NasDem jika nantinya menteri-menterinya didepak dari kabinet Jokowi. Dia bilang, dukungan NasDem kepada Anies Baswedan sudah setengah jalan.
“Karena kalau NasDem mau keluar ya memang momentumnya sudah setengah jalan, dan tidak ada kemungkinan NasDem untuk tidak mengambil pilihan yang sulit. NasDem punya cara berpikir dan pilihan bahwa risiko itu sudah dipertimbangkan kursi menteri,” pungkasnya.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)