RUANGPOLITIK.COM — Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah membalas surat somasi yang sebelumnya dilayangkan oleh dua firma hukum yang mewakili Koalisi Masyarakat Sipil.
Diketahui sebelumnya, somasi tersebut berkaitan dengan dugaan dugaan kecurangan, manipulasi data, dan pelanggaran hukum dalam proses verifikasi faktual partai politik untuk Pemilu 2024 oleh KPU.
Menanggapi indikasi kecurangan yang dilakukan secara massive dan terstruktur oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menurut pengamat politik Ujang Komarudin saat dihubungi RuPol, Senin (19/12) ini butuh pendalaman yang serius dan hati-hati ungkapnya.
“Jika ini benar terjadi maka yang berhak memberikan sanksi adalah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) sesuai dengan amanat undang-undang. Kecuali ada unsur pidana didalamnya baru berbeda keputusannya,” jelas Ujang.
Karena itu, dosen di Universitas Al-Azhar Indonesia ini menilai ada pelanggaran kode etik yang terjadinya jika ini benar terjadi di lapangan sesuai dengan fakta yang akan dibawa ke persidangan.
“Ini unsurnya pelanggaran kode etik ketika proses verifikasi. Maka harus dibuktikan ketika ada instruksi yang nyata dari KPU Pusat ke Propinsi dan kota, apakah benar ada atau tidak. Harus dibuktikan secara objektif oleh penggugat. Ini nanti yang akan terkuak dalam fakta persidangan. Bukti-bukti harus kuat,” jelasnya.
Karena ini adalah persoalan yang berat dan menghadapi kekuasaan, maka Ujang mengimbau agar DKPP berani bersikap tegas.
“DKPP harus berani memutuskan jangan takut kekuasaan,” tegasnya.
Namun Ujang menyarankan, untuk pembuktian praktek kecurangan itu pastinya tidak mudah, harus cukup alat bukti dan saksi untuk membuka kebenaran tersebut.
“Dalam sidang DKPP prosesnya nanti seperti apa? Ada perintah meloloskan parpol tertentu atau tidak? Jika tidak ada kecurangan clear. Tapi jika KPU curang maka ini akan merepotkan. KPU dianggap tidak kredibel, akurat dan profesional,” ulasnya.
Terkait kepercayaan publik sendiri ke KPU, Ujang menilai disinilah kredibilitas KPU akan dipertaruhkan.
“Kepercayaan publik ke KPU akan rendah dan ini berbahaya ini terkait dgn lembaga negara yang harus netral, profesional
nilai independensi,” ungkapnya.
Namun, ia enggan mendahului kewenangan DKPP terkait sanksi apa yang akan diberikan jika hal tersebut benar terbukti.
“Kita tidak tahu sanksinya apa dari DKPP, soal sanksi jika pelanggaran terjadi dari pengalaman sebelumnya, biasanya ada petugas yang dipecat. Apa yang akan dilakukan di DKPP tergantung sidang dari keputusannya. Kita tunggu saja proses yang belum terjadi,” jelasnya.
Ujang menilai rakyat pastinya menginginkan Pemilu yang berintegritas, jujur, rahasia dan proses demokrasi yang transparan dari KPU sebagai lembaga negara yang sangat dipercayai oleh publik.
Namun jika indikasi hasilnya nanti kuat dengan hasil kecurangan akan menggerus pemilu. Jadi pemilu yang memiliki legitimasi yang rendah. Untuk itu transparansi penting, proses pemilu penting, proses seleksi kepempimpinan penting. Karena kepercayaan publik adanya kejujuran, keadilan, tidak ada kecurangan demi menjaga demokrasi.
“Jika KPU curang, maka akan menghasilkan pemimpin yang rusak. Dan semua bentuk kecurangan akan menghasilkan pemimpin yang curang juga,” pungkasnya. (IY)
Editor: Ivo Yasmiati