RUANGPOLITIK.COM — Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu berterus terang bahwa partainya bersama Partai Nasdem dan Partai Demokrat dalam Koalisi Perubahan belum dapat menentukan figur yang tepat sebagai calon wakil presiden untuk dipasangkan dengan Anies Baswedan.
Memang ada sejumlah figur yang telah diusulkan atau diwacanakan untuk disandingkan dengan Anies Baswedan.
PKS bahkan mengusulkan lima nama kadernya, sesuai mandat Musyawarah Nasional V PKS pada 2020, untuk diduetkan dengan Anies. Namun sejauh ini belum diputuskan karena masih menunggu hasil kajian tim khusus dan hasil survei tentang elektabilitas figur-figur tersebut.
Syaikhu tak membantah ketika ditanya tentang rumor bahwa Koalisi Perubahan mengincar Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur yang juga Ketua Umum Muslimat NU.
“Ya, salah satunya,” katanya.
Sementara itu, menurut Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, dengan berbisik secara halus bahwa cawapres Anies Baswedan merupakan sosok yang memiliki pengaruh di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
“Mesti kuat basis di Jateng dan Jatim,” tuturnya, Selasa (13/12).
Meskipun tak secara terbuka menyebutkan nama ‘Khofifah’ namun Presiden PKS Ahmad Syaikhu membenarkan jika salah satu diantara nama yang masuk memang benar Gubernur Jawa Timur tersebut. Jika ini benar terjadi, bagaimanakah peluang duet Anies-Khofifah?
Menurut Dr Sholeh Basyari, Direktur Eksekutif Center for Strategic on Islamic and International Studies (CSIIS), saat dihubungi RuPol,Kamis (15/12) dalam politik peluang itu pasti serba terbuka, namun di sini ada perbedaan gen politik yang sulit untuk disatukan.
“Dalam politik, semua serba mungkin tapi dalam hal Pilpres 2024 dan PKS menawarkan Khofifah, ini mengaburkan genetik politik dimana Khofifah adalah tokoh NU yg menolak menggunakan jubah dan baju agama. Sementara PKS suka berbaju agama untuk kepentingan politik,” ungkap Sholeh.
Sholeh menilai jika ini terjadi, maka PKS akan mengontrol langkah Khofifah karena dianggap sebagai partai pengusung yang memfasilitasi sehingga duet ini terwujud.
“Artinya Khofifah ditunggangi kepentingan PKS. Jika iya rasio kemenangan sulit untuk dikalkulasi. Kita tidak bisa berandai andai karena pasca Prabowo gabung ke Jokowi.
Genetik poros Islam kanan belum bisa dikalkulasi keberpihakannya,” tegasnya.
Sementara itu, berbicara sikap politik Demokrat jika Khofifah benar dipilih bagaimana dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang notabene menginginkan kursi cawapres di koalisi? Mengenai hal ini, pengamat politik ini tak ingin berasumsi apapun.
“Nah kalo ini tanya saja ke Demokrat., kemana kapalnya mau berlabuh. Karena bisa jadi AHY juga pada saatnya menguat., misalnya Prabowo nggak jadi mencalonkan diri,” terangnya karena peluang itu masih tetap saja terbuka.
Jika melihat peluang penerimaan warga NU terhadap sosok Anies Baswedan dan gembong pendukungnya yang dikenal dengan Islam garis keras, Sholeh Basyari melihatnya sebagai hal yang netral dan terbuka terhadap segala pandangan atau pemahaman yang berbeda.
“Karena NU sendiri dikenal dgn ideologinya yang toleran, terbuka dan menghormati segala perbedaan. Kalo NU di wilayah Jakarta, Jabar, Banten mungkin masih bisa bareng Anies. Tapi kalo di basis seperti Jateng, Jatim sepertinya ada tokoh lain seperti Ganjar, Erick Thohir, Khofifah, Muhaimin itu lebih diterima,” pungkasnya. (IY)
Editor: Ivo Yasmiati