Oleh: Tom Pasaribu S.H, M.H
RUANGPOLITIK.COM — Seluruh rakyat setuju negara Indonesia memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana alias KUHP yang dirumuskan dan dibuat sendiri, tetapi tidak boleh bertentangan dengan Pembukaan dan pasal demi pasal UUD 1945, serta Pancasila.
RKUHP yang dibahas DPR saat ini masih banyak pasalnya yang bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 serta Pancasila. Seperti contoh kritik terhadap Presiden, DPR dan Polri dianggap menghina sehingga dijadikan pidana, belum lagi pasal-pasal lainnya.
Kalau kritik dianggap sebagai penghinaan, lalu kenapa Capres dan Caleg memberikan sembako dan uang untuk mendapatkan suara rakyat pada saat Pemilu?
Sepertinya DPR tidak mampu untuk memperbaiki RKUHP yang sudah ada sesuai dengan semangat Pembukaan UUD 45 serta Pancasila.
Kalau memaksakan pengesahan RKUHP yang hanya menyulitkan dan membuat rakyat sengsara, sebaiknya rakyat tidak usah memberikan suaranya pada Pemilu 2024.
Kalau toh suara yang diberikan kepada Presiden dan para Caleg dijadikan sebagai alat untuk menyengsarakan rakyat melalui produk-produk hukum yang disahkan DPR dan Pemerintah.
Seperti UU IKN yang baru disahkan sudah mau direvisi, lalu bagaimana pertanggung jawaban DPR terhadap rakyat yang terkena pidana karena IKN? Demikian juga dengan UU Cipta Kerja yang sampai saat ini masih bermasalah. Kesalahan DPR dalam mengeluarkan produk hukum akan menyengsarakan rakyat.
Sampai kapan DPR mengorbankan rakyat dengan produk hukum yang amburadul hanya karena uang intensif?
Penulis adalah Praktisi Hukum Tata Negara
Editor: Syafri Ario, S. Hum
(Rupol)