RUANGPOLITIK.COM — Pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa presiden selanjutnya adalah Prabowo Subianto dinilai pengamat politik Ray Rangkuti sebagai bentuk guyonan saat dihubungi RuPol, Rabu (9/11).
“Membaca pernyataan pak Jokowi bahwa tahun 2024 adalah jatahnya pak Prabowo dapat dilihat sebagai guyonan serius. Disebut guyonan, tentu karena pak Jokowi memperlihatkan kedekatan personal antara beliau dengan pak Prabowo. Keduanya memang terlihat semakin akrab secara personal bahkan pada taraf saling respek,” ungkap Ray.
Dia menilai itu seperti tantangan bagi Prabowo untuk dapat menjadi RI-1, mengingat secara faktual karena memang hanya Prabowo capres non pemula. Relatif penantangnya adalah pemain baru bahkan diantara mantan yang beliau dukung di pilkada.
“Tidak dapat diartikan bahwa pernyataan itu berarti pak Jokowi sudah menjatuhkan pilihan politik kepada pak Prabowo. Masih lama itu. Paling jauh bisa dinyatakan bahwa pak Jokowi ikut mendorong pak Prabowo untuk ikut dalam capres 2024 tapi bukan berarti memihaknya,” jelas Ray.
Aktivis ini menilai pernyataan Jokowi didepan publik punya sarat makna. Ia menilai ada dua alasan mengapa Jokowi terang-terangan berkata demikian.
“Pertama karena respek sehingga berimbas pada keinginan untuk saling membantu. Tren suara pak Prabowo yang mandeg akhir-akhir ini, tentu akan dapat bersinar lagi setelah setidaknya dua kali pak Jokowi menyebut nama beliau sebagai capres,” jelasnya.
Ray menambahkan implikasi penyebutan nama itu sangat berarti bagi pak Prabowo. Mengapa harus didongkrak kembali? Karena Jokowi juga berkepentingan agar Prabowo tetap ikut kontestasi pilpres 2024 untuk skenario lain.
“Agar tidak terjadi dua pasangan capres. Dua pasangan capres memang agak ngeri-ngeri sedap. Pengalaman pilpres 2019 lalu cukup menimbulkan ketegangan disebabkan hanya ada dua pasangan capres. Politik identitas kuat dan berpotensi mengakibatkan keterbelahan warga negara,” tegas Ray.
Karena itu Ray Rangkuti melihat dengan terus mendorong Prabowo, maka setidaknya terdapat tiga pasangan capres. Di mana salah satunya kemungkinan besar akan diisi oleh Ganjar melalui KIB.
“Alasan lainnya untuk mencegah mengalirnya suara ke Anies Baswedan. Prabowo dan Anies itu berebut suara di banyak kantong pemilih. Jawa Barat, Sumatera, Sulawesi adalah basis suara keduanya. Di pulau dan propinsi ini, suara Prabowo dan Anies terus menerus saling gerus. Dan kecenderungan saat ini, Anies makin masuk ke basis-basis pemilih Prabowo,” jelasnya.
Dengan terus mendorong Prabowo melaju, maka potensi Anies meraup suara di kantong-kantong non Ganjar, dapat ditahan.
“Artinya, mendorong pak Prabowo maju dapat berimplikasi dua hal sekaligus. Yakni tertahannya laju suara Anies. Selanjutnya, melajunya suara Ganjar dan syukur-syukur juga pak Prabowo. Jadi, sekalipun misalnya harus satu putaran, itu artinya menempatkan pak Prabowo vs Ganjar di putaran kedua. Dan siapapun di antara keduanya menang, menimbulkan rasa nyaman bagi pak Jokowi,” pungkasnya.
Ray menilai Jokowi ingin ada tiga pasangan capres untuk menghindari konflik identitas seperti pada pilpres 2019 lalu. Politik identitas kuat dan berpotensi mengakibatkan keterbelahan warga negara. Dengan terus mendorong pak Prabowo, maka setidaknya terdapat 3 pasangan capres. Di mana salah satunya kemungkinan besar akan diisi oleh Ganjar melalui KIB. (IY)
Editor: Ivo Yasmiati