Pemilu 2024, kata KontraS, diragukan akan berjalan secara netral dan imparsial. Sebab, kontestasi empat tahunan tersebut terindikasi akan diwarnai berbagai manuver politik penguasa untuk berpihak pada calon tertentu.
RUANGPOLITIK.COM – Dalam catatan kritis yang terbit pada Rabu, 15 November 2023, KontraS menilai kecurangan ini bisa menodai nilai ideal demokrasi.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengatakan potensi kecurangan pada Pemilu 2024 mulai terendus.
“Pencoblosan yang akan berlangsung pada 14 November 2024 mendatang akan penuh berbagai pelanggaran, kecurangan, penyalahgunaan kewenangan yang tentu saja mencoreng nilai ideal dari demokrasi,” kata KontraS dalam catatan kritisnya.
Pemilu 2024, kata KontraS, diragukan akan berjalan secara netral dan imparsial. Sebab, kontestasi empat tahunan tersebut terindikasi akan diwarnai berbagai manuver politik penguasa untuk berpihak pada calon tertentu.

“Seperti halnya politik cawe-cawe Presiden Joko Widodo,” katanya. Instansi Bisa Intervensi? KontraS mengemukakan potensi ketidaknetralan pada pemilu tahun ini semakin dipertegas dengan penunjukkan Pj kepala daerah yang jauh dari akuntabilitas publik. Selain itu, keterlibatan TNI-Polri, mobilitas ASN, hingga pelanggaran etik Mahkamah Konstitusi (MK).
KontraS pun mendorong agar pemilu yang mengedepankan HAM yakni harus mencegah adanya pendekatan keamanan dan penggunaan kekuatan secara berlebihan. “Tak jarang, intimidasi hingga mengarahkan memilih calon tertentu juga pernah dilakukan oleh aparat keamanan,” katanya.
Untuk mencegah adanya tindakan pengerahan kekuatan secara berlebihan dan tidak terukur itu, aparat di lapangan tentu harus dibekali pengetahuan dan kemampuan yang sesuai dengan standar-standar internasional. Pemerintah juga harus secara serius mengambil pelajaran dari gelaran Pemilu dan Pilkada yang terjadi tahun-tahun sebelumnya.

Hal itu dilakukan, untuk menghindari ragam pelanggaran seperti kekerasan berbasis politik, extra-judicial killing karena penggunaan peluru tajam dalam penanganan demonstrasi, hingga tragedi meninggalnya ratusan petugas KPPS seperti pada 2019.
Kampanye Politik dan SARA KontraS juga mengungkapkan bahwa kampanye politik yang berelasi dengan aspek Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) menjadi ancaman yang cukup berbahaya pada Pemilu 2024 mendatang.
Sebab, ujaran kebencian yang menyangkut SARA secara nyata telah berimplikasi pada tindakan diskriminatif, bahkan kekerasan di tengah masyarakat. Lebih jauh, pengarusutamaan HAM dalam kontestasi Pemilu harus betul-betul dilakukan.
Misalnya, dengan memfasilitasi hak atas partisipasi secara bermakna dan bermanfaat, melindungi hak kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai, mendorong kebebasan untuk menentukan tanpa paksaan, dan intervensi hingga melindungi kebebasan pers.
“Sejauh ini, diskursus publik (public discourse) tentang HAM pun masih sangat langka terdengar. Pelaksanaan politik elektoral nampak mengenyampingkan aspek-aspek fundamental, kendati telah diatur dalam konstitusi,” tutur KontraS.

Padahal, KontraS mencatat bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebetulnya telah menyusun satu panduan yakni Human Rights and Elections: A Handbook on the Legal, Technical and Human Rights Aspects of Elections.
Dalam panduan itu, diatur dan diuraikan norma-norma hak asasi manusia yang berlaku secara universal dan standar-standar yang berlaku dalam konteks penyelenggaraan Pemilu, seperti halnya political participation, non-discrimination, self determination, dan Prerequisite rights.
Rekomendasi KontraS Terkait berbagai uraian tersebut, KontraS melalui catatan kritis menyampaikan rekomendasi untuk berbagai pihak.

Mulai dari Presiden Jokowi, KPU, hingga Partai Politik (Parpol). Presiden diminta untuk bersikap netral dalam Pemilu 2024 mendatang dengan menghentikan segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan baik lewat pengerahan TNI, Polri, BIN hingga ASN.
Selain itu, Presiden selaku Kepala Pemerintahan harus menjamin hak-hak politik seluruh pihak untuk berpartisipasi dalam Pemilu mendatang tanpa ada diskriminasi dan intervensi.
Kapolri diminta untuk secara berhati-hati dalam mengambil tindakan pengamanan di lapangan. Kepolisian harus menghindari penggunaan kekuatan secara berlebihan yang bermuara pada pelanggaran HAM.
Hal itu dapat dilakukan secara konkret dengan menyusun pedoman atau menerbitkan surat telegram yang berisi seruan untuk bersikap netral di lapangan, tidak menggunakan kekuatan secara berlebihan, tidak menggunakan peluru tajam dalam penanganan aksi massa, dan perintah pengambilan tindakan terukur lainnya.
Kapolri pun harus menjatuhkan hukuman yang tegas pada aparat di lapangan yang melanggar ketentuan.
Panglima TNI harus menegakkan komitmen untuk menjamin netralitas pada Pemilu 2024. Sanksi yang tegas bahkan jika diperlukan pemecatan kepada anggota yang melanggar harus berani diambil oleh Panglima TNI sebagai pimpinan tertinggi TNI.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu untuk menyusun langkah-langkah strategis guna mencegah tragedi meninggalnya petugas KPPS pada 2019 lalu. KPU dapat melakukan pengecekan kondisi kesehatan, baik kesehatan fisik maupun mental saat proses rekruitmen petugas.

Selain itu, mengorganisir beban agar tidak terlalu berat, memperketat standar usia bagi petugas KPPS, dan membuat pelatihan berkala pun dapat dilakukan secara masif agar tidak terjadi lagi banyak petugas KPPS meninggal karena kelelahan.
Lebih lanjut, dalam rangka pemenuhan hak, penyelenggara pun harus menyiapkan mekanisme pemulihan bagi mereka yang sakit ataupun meninggal setelah menjadi anggota dan petugas KPPS.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diminta untuk melakukan monitoring dan supervisi secara ketat terhadap seluruh kontestan, tim sukses hingga ke level yang paling bawah guna menghindari pelanggaran berupa kampanye berbasis SARA yang pada akhirnya bermuara pada tindakan diskriminatif di lapangan.
Adapun peran Bawaslu sebagai pengawas berjalannya Pemilu juga sangat penting untuk memantau segala bentuk pelanggaran seperti pembatasan akses, penentuan dengan paksaan dan berbagai pelanggaran lainnya. Terakhir, Partai Politik, Kontestan Pemilu 2024, tokoh masyarakat, agama, adat, hingga level desa untuk melakukan edukasi politik guna menghindari peristiwa yang memecah belah masyarakat terulang.
Berbagai Sumber
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)