Dia menjelaskan sistem meritokrasi ini melihat sosok calon dari kapabilitas, prestasi, dan integrasinya. Sedangkan dinasti politik adalah pola lama dari sistem patrimonial yang mengedepankan pemilihan seseorang berdasarkan genealogis.
RUANGPOLITIK.COM – Belakangan ini, dinasti politik makin jelas terdengar di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun kadang dinasti politik sering disamakan dengan sistem meritokrasi.
Padahal pada kenyataannya keduanya berbeda antara yang satu dan yang lain. Dosen Ilmu Pemerintahan UNPAM Serang Efriza menyebutkan perbedaan di antara keduanya.
Dia menjelaskan sistem meritokrasi ini melihat sosok calon dari kapabilitas, prestasi, dan integrasinya. Sedangkan dinasti politik adalah pola lama dari sistem patrimonial yang mengedepankan pemilihan seseorang berdasarkan genealogis.
“Hanya saja ini diperbarui sebab berdasarakan pemilihan umum, maka yang hadir adalah new patrimonial, sistem genealogis berdasarkan prosedural pemilu,” kata Efriza kepada Rupol.
Jadi pada dasarnya, kata Efriza, sistem dinasti politik memang tidak akan menghasilkan pemimpin yang lahir karena kepedulian terhadap rakyat.
“Semangat mereka yang dibangun dari genealogis adalah untuk kepentingan keluarga dan kelompoknya,” ungkap Efriza.
Sehingga pola umum dalam memerintah adalah pengabaian untuk mensejahterakan masyarakat. Efriza mengatakan, inilah yang melandasi reformasi Indonesia menolak sistem nepotisme termasuk di dalamnya dinasti politik.
“Sebab dinasti politi adalah awal hilangnya sistem komperiti di salam pemilihan umum, dan awal dari sirnanya harapan masyarakat untuk kesejahteraan. Sebab kepentingan kelompok, keluarga telah menggantikan kepentingan umum masyarakat,” tuturnya.
Untuk diketahui, sistem meritokrasi menurut Young (1958) adalah sistem sosial di mana hasil seperti kekayaan, pekerjaan, dan kekuasaan diperoleh berdasarkan prestasi, yaitu kecerdasan dan usaha. Sedangkan dinasti politik merupakan sebuah serangkaian strategi manusia yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan, agar kekuasaan tersebut tetap berada di pihaknya dengan cara mewariskan kekuasaan yang sudah dimiliki kepada orang lain yang mempunyai hubungan keluarga dengan pemegang kekuasaan sebelumnya.
Editor: M. R. Oktavia
(Rupol)