RUANGPOLITIK.COM – Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengklaim bahwa dirinya mendapat pengakuan dari sejumlah ketua umum partai politik koalisi pengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Hasto mengatakan dalam keterangan tertulisnya, bahwa ketum parpol merasa kartu truf mereka dipegang.
Namu hal itu dibantah oleh sejumlah petinggi partai politik pengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka membantah pernyataan Hasto mengenai intervensi penguasa dalam pencalonan di Pilpres 2024. Hal tersebut kemudian membuat pengamat angkat bicara terkait kartu truf yang dimaksud Hot.
Pengamat politik Citra Institute Efriza mengatakan, PDIP pada dasarnya dalam posisi kecewa atas perilaku Gibran yang didukung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) selaku penguasa politik sekaligus ayahya. Dia mengatakan, PDIP memilih posisi mengkritik Jokowi dan menarasikan diri sebagai korban.
“PDIP melakukan ini dengan harapan efek elektoral dari pendukung Jokowi akan beralih ke Ganjar-Mahfud karena kehadiran Gibran yang dinarasikan terus-menerus berperilaku buruk,” kata Efriza kepada RuangPolitik.com, Selasa (31/10/2023).
Dia menyebutkan, narasi-narasi ini terus diproduksi oleh PDIP. Di mana dikatakan Efriza, ini sama halnya terkait kartu truf para ketum parpol.
“Hasto mengungkapkan itu agar terjadi konflik internal di KIM. KIM diharapkan tidak solid. Tidak mendukung sepenuhnya Prabowo-Gibran. Dengan cara ingin mengungkapkan dari makna kartu truf bahwa Gibran itu anak muda yang melakukan tindakan pembangkangan politik,” jelasnya.
“Hasto ingin menyampaikan dari kartu truf, pada dasarnya para ketua umum partai di KIM menolak Gibran sebagai cawapres, apalagi dengan cara tindakan menerobos konstitusi melalui hasil Putusan MK,” tambah Efriza.
Efriza mengungkapkan, narasi Hasto dilanjutkan ingin menunjukkan adanya tekanan dari Penguasa Politik kepada para ketua umum, yang sekaligus juga tak langsung adalah para menteri-menteri di kabinet. Sebab para ketua umum itu khawatir terhadap sepak terjang Penguasa Politik yang mendorong Gibran sebagai cawapres.
Disebutkan Efriza, sayangnya ini tidak disadari oleh PDIP, yang lambat laun, atas narasi mereka dapat menjadi bumerang bagi partai berlambang banteng tersebut. Tak hanya itu, dia menambahkan, kemungkinan juga rakyat jengah sama PDIP, sebab Gibran dan Jokowi adalah mantan kader dan Jokowi masih kader PDIP.
“Ini artinya masyarakat bisa jenuh dan kecewa dengan narasi dari PDIP mengurusi Gibran ketimbang menjelaskan tawaran program Ganjar-Mahfud, bukan tak mungkin masyarakat pindah pilihan kepada Anies-Imin nantinya, sebab kubu KIM dan PDIP-PPP hanya konsern dalam narasi konflik antar mereka gegara Gibran,” ungkapnya.
“Bukan sibuk menjelaskan program dan visi-misi dari pasangan calonnya padahal ini Pilpres 2024 lebih mengedepankan penilaian visi-misi dan program kerja ditawarkan,” lanut Efriza.
Efriza mengatakan, PDIP akhirnya memungkin terlabeli menjadi partai tidak bisa move on dari Gibran dan Jokowi, menarasikan penguasa buruk dan PDIP korban.
Tapi pada dasarnya PDIP masih berharap ceruk pemilih loyal Jokowi melakukan peralihan dukungan untuk Ganjar-Mahfud dan PDIP. Efriza menambahkan, ini sangat disayangkan dari produksi narasi menyerang personal Gibran dan perilaku Penguasa Politik Jokowi.
Editro: M. R. Oktavia
(Rupol)