Dwikorita menjelaskan, meskipun hujan diperkirakan akan mulai turun pada bulan November, fenomena cuaca El Nino masih akan berlanjut hingga akhir tahun.
RUANGPOLITIK.COM – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan, transisi dari musim kemarau menuju musim hujan di Indonesia diperkirakan akan dimulai pada November mendatang.
Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, data terbaru dari satelit menunjukkan bahwa puncak musim kemarau, yang sebelumnya diprediksi akan berakhir pada bulan September, sebenarnya masih berlanjut hingga akhir Oktober.
“Dari pantauan kami, terlihat bahwa bulan Oktober ini masih mengalami kekeringan. Oleh karena itu, kami memperkirakan bahwa puncak musim kemarau akan berlanjut hingga akhir Oktober, dan transisi ke musim hujan baru akan dimulai pada bulan November,” ujar Dwikorita dikutip dari Antara, Sabtu (7/10/2023).
Dwikorita menjelaskan, meskipun hujan diperkirakan akan mulai turun pada bulan November, fenomena cuaca El Nino masih akan berlanjut hingga akhir tahun. Hujan diharapkan akan mulai turun karena angin monsun dari arah Asia diprediksi akan masuk ke wilayah Indonesia pada November.
Meskipun fenomena El Nino masih berlangsung, pengaruhnya diharapkan akan berkurang karena turunnya hujan.
Oleh karena itu, BMKG mengingatkan masyarakat untuk tidak memicu kebakaran, karena musim kemarau yang kering masih berlangsung hingga Oktober.
“Kami mengimbau agar masyarakat tidak melakukan aktivitas yang dapat menyebabkan kebakaran, baik itu disengaja maupun tidak disengaja, karena sulitnya pemadaman akibat kondisi kemarau yang masih berlanjut,” tambah Dwikorita.
Fenomena El Niño dan perubahan iklim menjadi perbincangan utama akhir-akhir ini. Dampak cuaca ekstrem yang disebabkan oleh El Niño dan fenomena alam lainnya mengancam sektor pertanian dan ketahanan pangan di sebagian besar wilayah Indonesia.
Sejumlah ilmuwan di Indonesia berusaha mencari solusi dengan mengembangkan teknologi baru untuk meningkatkan ketahanan pangan. Salah satunya adalah Nugroho Widiasmadi, pencipta teknologi Agrokonservasi Biosoildam MA-11 yang dirancang khusus untuk mengatasi masalah ini.
Dengan teknologi Agrokonservasi Biosildam MA-11 ini, hasil panen dapat meningkat hingga dua kali lipat, biaya produksi dapat dikurangi hingga 70 persen, dan tanah dapat terlindungi dari penggunaan racun kimia.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)