Menlu Rusia tersebut, juga menekankan bahwa saat kunjungan Jokowi ke Kremlin pada akhir Juni 2022 lalu, Jokowi mengungkapkan perlunya gencatan senjata, keamanan pangan, bantuan kemanusiaan dan meningkatkan kembali komunikasi antara Moskow dan Ukraina.
RUANGPOLITIK.COM —Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov dilaporkan telah mengemukakan pendapatnya soal proposal perdamaian terkait konflik perang di Ukraina.
Sergei menyatakan bahwa usulan damai dari negara berkembang, termasuk usulan dari Indonesia, sering diabaikan oleh negara-negara Barat.
Oleh karena itu, dia menekankan insiatif damai yang diusulkan Menhan Prabowo dan Presiden Jokowi perlu kembali dikaji.
Menlu Rusia tersebut, juga menekankan bahwa saat kunjungan Jokowi ke Kremlin pada akhir Juni 2022 lalu, Jokowi mengungkapkan perlunya gencatan senjata, keamanan pangan, bantuan kemanusiaan dan meningkatkan kembali komunikasi antara Moskow dan Ukraina.
Selain itu, usulan damai ini juga diajukan Menhan Prabowo dalam Forum Keamanan dialog Shangri-La di Singapura pada Sabtu, 3 Juni 2023.
Prabowo mengusulkan penghentian konflik sekaligus diikuti dengan penarikan mundur sejauh 15 kilometer dari garis depan oleh kedua belah pihak guna membentuk zona demiliterisasi.
Akan tetapi, sebagaimana diketahui, usulan tersebut langsung ditolak oleh Menteri Pertahanan Ukraina, Oleksii Reznikov.
“Saat pertemuan di Singapura, Menhan Indonesia Prabowo Subianto juga mengajukan usulan penyelesaian konflik perang di Ukraina, tapi Kyiv secara tegas langsung menolak proposal perdamaian tersebut dengan alasan bahwa tidak diperlukan mediator dalam waktu dekat ini,” kata Sergei Lavrov dikutip dari situs Kemenlu Rusia.
Pihak Kyiv ternyata mencurigai bahwasannya usulan damai Prabowo tersebut seperti sebuah rencana yang diajukan pemerintah Rusia, bukan inisiatif dari Jakarta.
Dalam kesempatan tersebut, Lavrov juga membahas rencana perdamaian yang diajukan Ukraina. Menurut dia, proposal ini menggambarkan keagresifan Kyiv dan negara-negara sekutu yang selama ini menjadi ‘pelindung’ Ukraina.
Kata dia, Ukraina melakukan pilihannya tersebut dengan menekan pihak Rusia guna penyelesaian. Pasalnya, sejumlah paket tuntutan yang diajukan Kyiv terhadap Moskow salah satunya yakni mengadakan pengadilan atas kepemimpinannya terkait konflik tersebut.
Ukraina, tambah Sergei, saat ini sedang mencoba ‘merayu’ dan mengundang negara-negara Barat guna melegitimasi ultimatum-ultimatum tersebut dengan melangsungkan sebuah pertemuan perdamaian.
Terakhir, Sergei Lavrov menegaskan keyakinannya bahwa Indonesia pasti sangat memahami modus berbahaya di balik ultimatum rencana Kyiv tersebut.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)