Berdasarkan data KPU, pada Pilpres 2014, pasangan capres-cawapres Jokowi-Jusuf Kalla meraih suara mayoritas, yakni sebesar 53,15 persen. Pasangan itu mengalahkan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dengan suara sebesar 46,85 persen.
RUANGPOLITIK.COM —‘Peneliti politik Poltracking Indonesia, Arya Budi menilai partai yang dekat dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi bakal mendapatkan limpahan elektoral pada Pemilu 2024.
Hal ini mengingat Jokowi memiliki basis massa yang kuat dan solid. Untuk itu, arah dukungan Jokowi bakal memengaruhi elektabilitas partai, koalisi partai, dan bakal capres dan cawapres yang akan maju di Pemilu 2024.
“Jokowi menentukan karena efek dari basis pendukung. Jokowi memiliki pengaruh separuh pemilih di Indonesia 2014, 2019. Praktis Jokowi memiliki basis pemilih mayoritas,” ujar Arya Budi kepada wartawan di Jakarta di Jakarta, Selasa (4/7/2023).
Berdasarkan data KPU, pada Pilpres 2014, pasangan capres-cawapres Jokowi-Jusuf Kalla meraih suara mayoritas, yakni sebesar 53,15 persen. Pasangan itu mengalahkan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dengan suara sebesar 46,85 persen.
Sementara, pada Pilpres 2019, Jokowi-Ma’ruf memperoleh 55,5 persen suara dan mengalahkan Prabowo yang saat itu berpasangan dengan Sandiaga Uno dengan perolehan suara 44,50 persen.
Menurut Arya, Jokowi memiliki pengaruh sosial yang berdampak pada elektoral partai yang tergabung dalam koalisi pendukungnya. Selain itu, kata dia, massa militan pendukung Jokowi berpotensi memberikan insentif elektoral bagi kandidat capres dan cawapres sehingga menjadi magnet partai untuk berkoalisi Pilpres 2024.
“Ketika Jokowi dianggap dekat atau Jokowi dianggap mendukung meskipun secara gesture, tidak verbal maka kandidat ini akan mendapat limpahan pemilih Jokowi, elektabilitasnya naik kemudian partai mendekat. Ini efek tidak langsung Jokowi,” terang Arya.
Selain itu, kata Arya, pengaruh Jokowi masing sangat kuat terhadap penentuan koalisi Pilpres 2024 lantaran posisinya sebagai presiden yang masih menjabat. Jokowi dinilai memiliki pengaruh kuat terhadap penentuan koalisi terhadap partai yang masih bergabung di pemerintahan.
“Kedua, efek Jokowi terhadap koalisi dia adalah the sitting president dengan plakat negara yang bahkan partai tidak memilikinya. Dia komando tertinggi, dia punya akses informasi-informasi negara di banyak bidang di ekonomi dan seterusnya. Hal ini yang secara langsung bagi partai-partai yang sekarang ada di pemerintahan,” ungkapnya.
Jokowi, kata Arya, adalah pemimpin dari para ketum yang berada di koalisi pemerintahan. Karenanya, pengaruh Jokowi masih kuat untuk menentukan arah koalisi Pilpres.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)