Ujian praktik SIM yang mengharuskan masyarakat melewati jalan zig-zag dan angka 8 dinilai sangatlah sulit. Bahkan polisi sekalipun akan gagal jika harus melakukan ujian praktik pembuatan SIM tersebut.
RUANGPOLITIK.COM —Perintah Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo pada Kakorlantas untuk membenahi layanan pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) disambut baik banyak pihak.
Listyo Sigit menilai ujian praktik pembuatan SIM sudah usang dan tak relevan dengan kondisi masyarakat dan jalan di Indonesia.
Ujian praktik SIM yang mengharuskan masyarakat melewati jalan zig-zag dan angka 8 dinilai sangatlah sulit. Bahkan polisi sekalipun akan gagal jika harus melakukan ujian praktik pembuatan SIM tersebut.
Kapolri pun meminta jajarannya untuk mengkaji ulang ujian praktik pembuatan SIM di Indonesia tersebut. Pasalnya selama ini Listyo Sigit mendapat banyak keluhan dari masyarakat terkait rumitnya ujian praktik pembuatan SIM.
Hal itu disambut baik Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. Dia meminta Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri untuk membuat materi ujian SIM lebih substantif, terutama aspek psikologi.
“Jadi tolong Pak Kakorlantas segera rumuskan kembali materi dan tahapan ujian yang lebih substantive. Misal seperti tes psikologi yang lebih up to date, pastikan calon pemegang SIM benar-benar memiliki kesiapan mental dalam berkendara,” ujar Ahmad Sahroni, Senin, 26 Juni 2023.
Banyak pengguna jalan yang arogan
Usulan Sahroni ini berkaca dari banyaknya kasus arogansi pengguna jalan raya yang kerap berseliweran di media sosial. Tak sedikit aksi arogansi pengendara kendaraan justru merenggut nyawa pengguna jalan lainnya.
“Agar kasus-kasus tindak arogansi di jalanan seperti belakangan ini dapat kita cegah,” ujar Sahroni.
Menurut Sahroni, ujian pembuatan SIM bukan sekadar dilihat dari kepiawaian dalam berkendara. Namun ada banyak aspek yang perlu diperhatikan oleh aparat penegak hukum yang mengeluarkan SIM tersebut.
Sahroni juga menilai ujian praktik pembuatan SIM sangatlah sulit. Dia bahkan tak mengerti maksud dari penggunaan jalan berbentuk delapan sebagai ujian praktik SIM.
“Heran juga kita sebenarnya, apa maksud dan tujuan dari materi-materi super sulit seperti itu. Di jalan kan tidak ada yang begitu. Saya aja enggak pernah lihat ada jalanan bentuk angka delapan,” katanya.
Meski setuju adanya perbaikan besar-besaran dalam ujian pembuatan SIM, Sahroni tak sepakat apabila ujian SIM jadi dipermudah. Pasalnya, fungsi pembuatan SIM harus mencakup banyak aspek, karena hal itu menyangkut keselamatan banyak orang.
“Ujiannya tetap sulit dan ketat, tapi dalam maksud dan tujuan jelas. Ujian SIM harus bisa mencakup lebih banyak variable yang relevan. Baik itu dari segi kemampuan, pemahaman, hingga kesiapan berkendara,” ujar Sahroni.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)