Masker wajah, kata dia, merupakan benda yang wajib digunakan saat pandemi Covid-19. Meski kini pandemi sudah mereda, Rahmad menilai seharusnya masyarakat tetap menggunakan masker wajah, terutama bagi yang tinggal di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
RUANGPOLITIK.COM —Hal ini untuk mengantisipasi penyakit gangguan pernapasan seperti ISPA dan bronkopneumonia pada anak karena kualitas udara yang makin memburuk, khususnya di DKI Jakarta.
“Saya sarankan penggunaan masker saat di luar ruangan, khususnya pada anak-anak terutama saat ada di dekat sumber polusi seperti di jalan-jalan raya. Ini untuk mengatasi risiko dampak dari kondisi udara buruk dan polusi,” ujar Rahmad kepada wartawan, Selasa (20/6/2023).
“Sekarang banyak ibu-ibu mengeluhkan anak sering batuk dan pilek, atau anak-anak yang lama sembuh dari flu. Belum lagi laporan banyaknya anak yang terserang ISPA. Penggunaan masker bisa membantu mengurangi anak terserang penyakit,” kata Rahmad menambahkan.
Masker wajah, kata dia, merupakan benda yang wajib digunakan saat pandemi Covid-19. Meski kini pandemi sudah mereda, Rahmad menilai seharusnya masyarakat tetap menggunakan masker wajah, terutama bagi yang tinggal di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
“Ini perlu dilakukan untuk melindungi saluran pernapasan dari polusi udara Jakarta yang akhir-akhir kembali mengalami peningkatan, khususnya untuk anak-anak.Selain itu, saya juga mendorong Pemerintah memperbanyak kembali posko-posko uji emisi bagi kendaraan. Karena salah satu penyebab polusi itu berasal dari asap kendaraan,” jelas Rahmad.
Dia juga mendorong pemerintah menggencarkan edukasi terkait penyakit gangguan pernapasan seperti ISPA dan bronkopneumonia pada anak. Hal ini penting agar tidak terjadi missleading yang membangun persepsi salah di kalangan masyarakat terkait penyakit ISPA, bronkopneumonia dan berbagai jenis gangguan nafas lainnya.
Sebagai provinsi terpadat di tanah air, kualitas udara di Jakarta per pagi ini masih berada dalam kategori tidak sehat, terutama untuk kelompok sensitif seperti anak. Berdasarkan laporan IQAirc per pukul 09.00 WIB, Selasa (20/6/2023), kualitas udara Jakarta ada di angka 104 dengan polutan utama PM2.5 dan kadar 36,9 µg/m³ (mikrometer per meter kubik).
Sedangkan pada Senin (19/6/2023) kemarin per pukul 14.00 WIB, DKI Jakarta berada di posisi pertama kota dengan kualitas udara terburuk. Kemudian, tingkat konsentrasi PM2.5 DKI Jakarta saat itu pada level 57,6 µg/m³.
Rahmad juga menyayangkan program insentif kendaraan listrik yang digagas pemerintah kurang bisa diserap masyarakat. Menurutnya, pemerintah harus lebih fokus dalam program jangka pendek dalam menekan polusi udara.
“Penggunaan kendaraan listrik itu solusi jangka panjang, jangan diharapkan bisa memberikan dampak signifikan terhadap kualitas udara saat ini. Perbanyak tindakan preventif yang dapat langsung dirasakan masyarakat,” tutur Rahmad.
Di sisi lain, dia mengimbau masyarakat untuk mengurangi aktivitas di luar rumah agar tidak mudah terserang penyakit gangguan pernapasan. Jika terpaksa harus berpergian, masyarakat diingatkan agar selalu menggunakan masker.
“Pemerintah memang sudah mencabut penggunaan masker saat di tempat umum dan transportasi publik terkait pandemi Covid-19. Tapi kita tahu, penggunaan masker bisa menjadi salah satu cara untuk meminimalisir penyebaran virus, termasuk mengurangi dampak polusi udara yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan,” ungkap dia.
Rahmad pun mendorong masyarakat untuk rutin melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan terdekat, terutama apabila terindikasi mengalami penyakit gangguan pernapasan.
“Khususnya bagi kelompok sensitif seperti anak, orang tua harus peka apabila anak mulai menunjukkan ciri-ciri terpapar virus yang menyebabkan gangguan pernapasan. Harus segera dicek ke rumah sakit agar tidak berkelanjutan,” kata Rahmad.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)