Kembali ditegaskan, ada tiga entitas milik Tutuk memiliki utang terhadap bank-bank yang disehatkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Inilah yang ditagih hingga saat ini.
RUANGPOLITIK.COM —Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo membeberkan keterlibatan Putri Mantan Presiden Soeharto, Siti Hardianti Rukmana (SHR) atau Tutut Soeharto dalam CMNP.
Hal ini masih terkait dengan perdebatan utang antara Kemenkeu dan Jusuf Hamka.
Dikatakan, anak Tutut, Danty Indriastuty meneruskan ibunya sebagai komisaris di CMNP sejak tahun 2001.
Kembali ditegaskan, ada tiga entitas milik Tutuk memiliki utang terhadap bank-bank yang disehatkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Inilah yang ditagih hingga saat ini.
“Keterlibatan keluarga Ibu SHR berlanjut, diteruskan anaknya Danty Indriastuty P sebagai komisaris di CMNP, sejak tahun 2001. Pada waktu itu diketahui terdapat 3 entitas milik Ibu SHR (bukan CMNP) memiliki utang pada bank-bank yang disehatkan BPPN. Ini yg ditagih hingga kini,” kata Prastowo Yustinus dalam keterangannya, Rabu, (14/6/2023).
BPPN kata dia tidak mau membayar deposito CMNP karena ada afiliasi dengan Tutut sebagai Direktur Utama PT CMNP sekaligus Komisaris Utama Bank Yama (Yakin Makmur).
“Di sini sengketa dimulai. BPPN tidak mau membayar deposito CMNP karena berpendapat ada afiliasi atau keterkaitan, yaitu Ibu SHR/Mbak Tutut sebagai Dirut PT CMNP sekaligus Komut Bank Yama (yang dimiliki 26%), sehingga tidak sesuai dengan KMK 179/2000 tentang penjaminan,” jelas Alumni STAN ini.

Atas hal tersebut, Prastowo menjelaskan PT CMNP mengajukan gugatan yang dimenangkan oleh pengadilan, hingga Putusan PK MA tahun 2010.
“Pertimbangan hakim, meski bukti-bukti sesuai hukum/aturan, namun keputusan BPPN dianggap merugikan pemegang saham mayoritas (selain Ibu SHR). Demikian duduk perkara sengketa,” tuturnya.
Dia pun melampirkan Putusan Mahkamah Agung. “Negara, yang telah mengucurkan dana untuk menyelamatkan perbankan dan perekonomian, tidak punya kontrak dengan pihak tsb, justru dihukum membayar deposito dan giro, ditambah denda. Tentu kita hormati putusan pengadilan,” tandasnya.
Dala dokumen gugatan yang diunggah Prastowo, disebutkan bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menjatuhkan putusan, yaitu putusan No.137 / Pdt.G / 2004 / PN.Jak.Sel. tanggal 22 September 2004 yang amarnya menolak Eksepsi dari Tergugat II dan Tergugat II seluruhnya.
Di sisi lain Pengadilan Negeri Jakarta mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian, menyatakan Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Penggugat, menghukum Tergugat I, Tergugat II atau pihak manapun yang menggantikan, melanjutkan, mengambil alih tugas, hak dan kewajiban dari Tergugat II dan Tergugat III baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk membayar dana / uang milik Penggugat.
Dana yang dimaksud adalah deposito Berjangka beserta bunganya sebesar Rp.78.843.577.534,20, dana dalam Rekening Giro 00960.2.11.01.62 sebesar Rp.76.089.246,80.
Dalam putusan itu juga dikatakan PN Jakarta menghukum Tergugat I, Tergugat II (atau pihak manapun yang menggantikan, melanjutkan, mengambil alin tugas, hak dan kewajiban dari Tergugat Il) dan Tergugat II! baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk membayar denda sebesar 2% setiap bulan dari seluruh dana hak Penggugat terhitung sejak Bank Yama dibekukan sampai Para Tergugat melaksanakan putusan.
Pada poin kelima tertulis, “Menghukum Para Tergugat untuk membayar biaya perkara yang hingga kini sebesar Rp.329.000,(tiga ratus dua puluh sembilan ribu rupiah) Menimbang, bahwa dalam tingkat Banding atas permohonan Para Tergugat I dan III putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dengan putusan No.128 / Pdt / 2005 / PT.DKI. tanggal 1 Juni 2005”.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)