Selaku mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud mengaku tak pernah berani bertanya kepada MK soal putusan yang belum dibacakan.
RUANGPOLITIK.COM —Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai kebocoran informasi soal putusan terkait sistem Pemilihan Legislatif (Pileg) hal genting, setara dengan terseksposenya rahasia negara.
Untuk itu ia meminta polisi dan Mahkamah Kontitusi (MK) segera mengusut dugaan kebocoran tersebut. Apapun latar belakangnya, Mahfud mengatakan putusan MK yang belum dibacakan itu harusnya dilindungi serapat mungkin.
“Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah,” ujar Mahfud, lewat cuitannya di akun @mohmahfudmd, dilihat Senin, 29 Mei 2023.
Selaku mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud mengaku tak pernah berani bertanya kepada MK soal putusan yang belum dibacakan. Dengan demikian ia mendesak MK menelusuri pihak pertama yang memicu kebocoran informasi milik MK.
“Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setelah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka. Saya yang mantan Ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi. MK harus selidiki sumber informasinya,” ujar Mahfud dalam cuitan lainnya.
Di sisi lain, Mahkamah Konstitusi (MK) memang sudah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.
Pemohon terdiri dari 6 orang, yang antara lain adalah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).
Delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI turut menyuarakan hal serupa, yaitu menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Di antaranya ada Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP dan PKS. PDI Perjuangan (PDIP) menjadi satu-satunya fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup.
Kebocoran data Pileg kata Denny Indrayana
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana mengklaim dapat informasi dari orang dalam yang kredibel, terkait sistem pemilu legislatif akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja,” kata Denny lewat akun Twitternya @dennyindranaya, Minggu.
Meski tidak blak-blakan mengungkap sumberi informasi dari dalam MK, Denny sempat memberikan petunjuk soal siapa orang di balik pernyataan beraninya. “Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi,” ujar dia.
Menurut Denny, sistem Pileg yang akan dijalankan itu hanya membawa petaka terhadap kehidupan demokrasi bangs aini, sebab Indonesia tak ubahnya kembali ke sistem Pemilu Orde Baru. “Otoritarian dan koruptif,” kata Denny lagi.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)