Tentara Sudan menyatakan bahwa gerakan RSF dilakukan tanpa koordinasi dan dianggap ilegal. Krisis politik di Sudan telah terjadi pada Oktober 2021 ketika ketika militer menggulingkan pemerintahan transisi yang dipimpin oleh Perdana Menteri Abdalla Hamdok.
RUANGPOLITIK.COM —Mahasiswa asal Palestina, Kullab memberikan kesaksian kondisi di Sudan. Ia mengaku ngeri dengan situasi pada saat ini.
Pertempuran antara tentara militer Sudan dan pasukan paramiliter (RSF) meletus di ibu kota Sudan pada Sabtu, 15 April 2023 pagi waktu setempat, karena pengambilalihan kekuasaan. Konflik di antara keduanya telah terjadi sejak Kamis, 13 April 2023.
Tentara Sudan menyatakan bahwa gerakan RSF dilakukan tanpa koordinasi dan dianggap ilegal. Krisis politik di Sudan telah terjadi pada Oktober 2021 ketika ketika militer menggulingkan pemerintahan transisi yang dipimpin oleh Perdana Menteri Abdalla Hamdok.
Konflik tersebut terus berkelanjutan. Akibat pertempuran antara tentara Sudan dan RSF, asap tebal dari gencatan senajata membumbung tinggi.
Disebutkan Kullab, kondisi di Sudan pada saat ini seperti kiamat. Jembatan-jembatan yang ditutup di dekat tempat tinggalnya di ibu kota negara tersebut, Khartoum dikatakan sebagai aksi biasa.
“Saya keluar dari rumah, tidak ada bajaj, tidak satu pun mobbil berhenti untuk membantu saya. Kawasan industri terbakar dan toko-toko tutup. Saya merasa ngeri seakan-akan hari itu adalah kiamat,” kata Kullab.
Selain itu, aliran listrik dan air terputus ketika suara tembakan terus menggelegar dan roket yang tiada henti diluncurkan. Kengerian bertambah ketika melihat mayat berserakan.
“Saat Anda melihat mayat berserakan dimana-maana, orang-orang kehilangan anggota tubuh, bank-bank dibakar, Anda merasa sangat tidak aman. Konflik di Sudan itu lebih buruk daripada perang di Gaza,” ujar Kullab.
Bahkan, untuk mendapatkan air, mereka harus membeli yang dijuak dari mobil tangki. Bukan air biasa, melainkan air asin yang berasal dari laut maupun sungai untuk diminum.
Kullab tiba di Sudan pada 2015 untuk menempuh pendidikan di pergyruan tinggi jurusan kedokteran. Adanya perang tersebut, membuat Kullab menilai jika ia kehilangan masa depannya.
“Kelulusan yang tinggal beberapa hari saja dan hanya ada beberapa ujian lagi. Perang ini membuat masa depan saya seperti direnggut paksa, semuanya sia-sia,” ucap Kullab dikutip RuPol dari Reuters.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)