RUANGPOLTIK.COM — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak hadir dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI. Padahal rapat tersebut membahas dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan.
Dalam pembukaan rapat, Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni menyayangkan ketidakhadiran Sri Mulyani.
“Bu Sri Mulyani nggak ada ini, kurang menarik ini,” kata Sahroni di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Terkait alasan ketidakhadiran, Wakil Ketua Komisi III Fraksi Golkar Adies Kadir menyebut Sri Mulyani sedang memimpin rapat ekonomi dengan Menteri Keuangan se-ASEAN di Bali. Acara tersebut merupakan tugas negara yang tidak bisa ditinggalkan.
“Kebetulan di komite (Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU) ini beliau hanya anggota. Manakala nanti dibutuhkan kehadiran anggota TPPU dalam hal ini Sri Mulyani, kita bisa melaksanakan rapat lengkap kembali,” ucap Adies.
Alasan itu juga disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo. Sri Mulyani sedang berada di Bali untuk menghadiri rangkaian acara ASEAN yakni pertemuan pertama tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral.
“Kebetulan Ibu Menteri Keuangan sedang di Bali acara ASEAN Chairmanship, ada pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral,” jelas Yustinus dihubungi terpisah.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya telah menjelaskan panjang lebar soal laporan transaksi mencurigakan Rp 300 triliun yang bikin geger publik. Dia mengatakan nilai itu berasal dari 300 surat PPATK kepada Kemenkeu sejak 2009 hingga 2023.
Dari 300 surat itu, ia menyampaikan bahwa ada 65 surat berisi transaksi keuangan perusahaan atau badan atau perorangan yang tidak ada kaitan dengan pegawai Kementerian Keuangan.
Namun, katanya, surat itu dikirim ke Kemenkeu karena transaksi tersebut berkaitan dengan fungsi Kemenkeu seperti transaksi ekspor dan impor. Bendahara Negara itu kemudian memberikan contoh salah satu surat berisi transaksi mencurigakan yang telah ditindaklanjuti oleh Ditjen Bea Cukai Kemenkeu yang dikirim PPATK pada 19 Mei 2020.
Dia menyebut surat itu berisi soal transaksi Rp 189,273 triliun. Karena angka yang besar, katanya, Kemenkeu langsung menelusuri hal tersebut dan tidak menemukan hal mencurigakan karena transaksinya dilakukan pelaku ekspor dan impor.
“Sesudah dilihat, dari Bea Cukai, teliti nama-nama 15 entitas. Mereka adalah yang melakukan ekspor impor emas batangan dan emas perhiasan dan kegiatan money changers,” ucapnya di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (20/3/2023)
Padahal ini forum yang paling tepat untuk mengklarifikasi spekulasi yang berkembang di masyarakat terkait dugaan pencucian uang Rp 349 triliun di Kemenkeu.
Pertemuan Komisi III DPR RI hari ini melaksanakan RDPU bersama Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU untuk membahas tentang Laporan Hasil Analisa (LHA) tentang permasalahan di Kemenkeu.
Rapat tersebut hanya dihadiri oleh Menkopolhukam Mahfud MD selaku Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, beserta jajaran Kabareskrim Polri Agus Andrianto dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)