RUANGPOLITIK.COM — Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Viva Yoga Mauladi, mengatakan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) hingga saat ini belum membuat keputusan soal pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang diusung untuk Pemilu 2024.
“Saat ini belum ada keputusan tentang paslon dari KIB. Dalam waktu yang tidak lama akan segera diputuskan,” ujarnya, Rabu, (29/3/2023).
Dia menerangkan ada mekanisme yang telah disepakati oleh koalisi yakni masing-masing anggota KIB, yaitu Golkar, PAN, dan PPP mengajukan proposal paslon ke meja rapat KIB. Kemudian KIB akan memutuskan secara kolektif kolegial, musyawarah mufakat, tidak voting.
“Bagi PAN Erick Thohir adalah salah satu calon yang masuk radar PAN untuk diusung ke meja perundingan KIB,” ungkapnya.
Saat ditanya PAN akan tersingkir di parlemen 2024 Viva tidak mau berkomentar lebih lanjut sebab semua masih batas prediksi.
Airlangga Klaim Akan Ada Koalisi Besar Jelang Pilpres
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan ide membentuk koalisi besar dalam pemilu presiden (Pilpres) 2024 mendatang bukan berarti melebur koalisi yang satu dengan koalisi lain.
“Ini bukan lebur-leburan [koalisi]. Kalau lebur-lebur kayak cendol aja. Jadi kita perlu pembahasan lebih matang lagi,” kata Airlangga di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (28/3/2023).
Airlangga memastikan bakal mendorong koalisi besar ini terbentuk di Pilpres 2024. Ia mengklaim pembentukan koalisi besar sangat memungkinkan terjadi.
“Nah tentu lebih besar lebih baik,” ujarnya.
Di sisi lain, Airlangga menepis kabar Golkar diusulkan merapat ke Koalisi Perubahan dan Persatuan yang mengusung Anies Baswedan oleh mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Ia menyebut JK tak berbicara seperti demikian.
Airlangga menegaskan Golkar sudah bergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama PPP dan PAN.
“Kan kita sudah punya KIB, Golkar sudah punya KIB,” katanya.
Dedi Kurnia: PPP Potensial Tinggalkan KIB, Dekati PDIP
Sementara itu pengamat politik Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah Putra menuturkan Golkar dan KIB alami kebimbangan karena faktor tidak ada tokoh potensial diusung, Airlangga sendiri belum cukup percaya diri terusung sebagai capres untuk itu peluang Golkar bergeser cukup kuat atau KIB pecah dengan sendirinya.
“PPP sebenarnya punya kecenderungan meninggalkan KIB lebih awal, mengingat mereka punya kedekatan dengan PDIP, bisa saja PPP merapat ke PDIP, terlebih selama ini gencar mendekati Sandiaga, bukan tidak mungkin PPP ingin jadi tokoh utama pengusungan Capres PDIP-PPP dengan menggabungkan Ganjar-Sandiaga”
Begitu pun halnya PAN yang lebih cenderung pada Erick Thohir dengan situasi saat ini, bisa saja PAN berupaya membawa Erick Thohir ke Gerindra. Jika situasi itu terjadi maka peluang koalisi Perubahan mendapat mitra baru yakni Golkar semakin dekat, dan Pilpres bisa hasilkan tiga kelompok yakni PDIP-PPP, lalu Gerindra, PKB dan PAN, kemudian Nasdem, Demokrat, Golkar, PKS.
“PKB menarik karena dari sisi posisi ia tidak terbebani harus ke mana mengingat porsi di parlemen yang cukup membuat mereka percaya diri. Itulah sebab sepanjang dalam masa awal PKB akan menetapkan harga cukup tinggi yakni peluang cawapres, bisa saja ia mengarah ke NasDem jika memang kelompok ini di rasa berpeluang menang,” tukasnya.
Pengamat: KIB Bubar, Potensi Poros Baru Kian Terbuka
Menurut pengamat politik Efriza dari Citra Institute kepada RuPol mengatakan ada peluang terbentuknya poros baru.
“Potensi poros baru memungkinkan terjadi, tetapi jika formatnya PDIP-PPP-PBB malah merugikan PDIP, meski dari sisi Presidential Threshold terpenuhi,” ungkapnya.
Pilihan koalisi itu adalah format pilihan buruk, diyakini tak masuk dalam kutak-katik kemungkinan dalam perhitungan PDIP. Jadi poros baru yang memungkinkan adalah PDIP -KIB bersatu.
“Sebab, akan ambyar bagi PDIP, mending PDIP maju sendiri tanpa berkoalisi untuk mengajukan calonnya. Jika poros PDIP-PPP-PBB terwujud dikatakan malah merugikan PDIP. Sebab, PDIP meski didukung PPP, hanya saja elektabilitas PPP diprediksi tidak akan lolos di Parlemen pada Pilpres mendatang,” jelas Efriza.
Sedangkan pada saat ini elektabilitas PPP di posisi buncit dari 9 partai yang lolos parlemen, sedangkan PBB adalah partai non parlemen. Jangan lupakan pula, Presiden Jokowi turut membantu menyelamatkan PPP, jika koalisi ini terbentuk, ini namanya bukan koalisi ideal malah PDIP kerja keras membantu membesarkan kembali PPP.
“Cawapresnya juga siapa kalo dari PPP, aktor elitenya aja tidak ada yang menjual, jika diambil Yusril dari PBB, lagi-lagi 11 12 bahasa anak sekarang, sama dengan PPP, PDIP kerja keras mendongkrak elektabilitas partai itu, jadi hanya menguntungkan kedua partai itu tapi merugikan PDIP. Koalisi ini terbentuk maka bersiap PDIP mengubur mimpi hattrick dan selamat kerja keras untuk partai lain tetapi secara bersamaan suara PDIP disinyalir meningkatkan kecil tak akan naik drastis,” kritiknya.
Ia juga menilai mustahil KIB bubar jika ditekan PPP sepertinya tak mungkin. Karena PPP ‘dibawah’ kendali Presiden Jokowi, begitu juga KIB.
“PPP sepertinya membutuhkan panggung. Agar KIB tidak berat sebelah. PAN dan PPP saat ini terkesan mengikuti apa maunya Golkar, karena tidak punya sosok mumpuni dari internalnya untuk diajukan. Dan, kedua partai ini, sedang konsolidasi internal pasca konflik, juga jangan lupakan pula kedua partai ini di prediksi tidak akan lolos parlemen di 2024 mendatang,” terangnya.
Inilah yang membuat Golkar percaya diri, tetapi sekaligus terlalu dominan, padahal figur Airlangga Hartarto diajukan sebagai capres juga elektabilitasnya tidak yahud, malah dipapan bawah degradasi capres/cawapres.
Wajar pernyataan itu dilontarkan untuk menekan Golkar, agar juga bercermin diri, meski peraih suara ketiga tapi calon yang diajukan dari Ketua Umumnya tidaklah mentereng dari segi elektabilitas.
Pernyataan itu, diyakini bukan disebabkan faktor mengajukan Erick. PPP menyadari, jangankan Erick, Ganjar pun belum pasti lolos diperhitungkan oleh PDIP sebagai capres potensial, jadi tidaklah juga Erick didorong akan disetujui PDIP, toh urusan capres dan koalisi PDIP masih menjadi rahasia hanya Megawati dan hatinya yang tahu, ia pemegang hak tunggal partai.
“Skenario Puan-Yusril jika diajukan dengan paket PDIP-PPP-PBB itu namanya PPP salah kaprah,” sindirnya.
Karena PPP saja tidak memungkinkan lolos parlementary threshold di Pilpres 2024 nanti, masa akan memberikan “karpet merah” untuk PBB, sebab PBB akan banyak meraup keuntungan dengan mengajukan Yusril sebagai cawapres, memungkinkan partai ini lolos parlemen setelah tiga kali pemilu gagal lolos.
Namun, paket Puan-Yusril diperhitungkan PDIP, jika turut diajukan dengan satu gerbong penuh KIB. Jika sekadar paket PDIP-PPP-PBB dalam koalisi Puan-Yusril, pilihan yang bukan terbaik, malah merugikan bagi PDIP.
“Kemungkinan menangnya kecil dari paket itu, malah cenderung membantu mendongkrak suara PPP dan PBB, PDIP akan lebih kerja keras. Diyakini Megawati selaku ketua umum akan menolak buru-buru paket koalisi PDIP-PPP-PBB, andai menerima itu artinya sudah ada ‘tsunami politik’ PDIP tidak lagi menarik bagi Partai-partai lain pendukung pemerintah,” tukasnya. (IY)
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)