Ketidakmampuan KPK mengungkap kasus besar, kata Boyamin, kemungkinan karena pola kerja yang dijalankannya selama ini. Di mana KPK hanya fokus pada operasi tangkap tangan (OTT) yang menerapkan Pasal 5 tentang suap, Pasal 11 tentang Gratifikasi serta Pasal 12 tentang Penerimaan Hadiah dan Pemerasan
RUANGPOLITIK.COM —Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengungkapkan keprihatinannya dengan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode saat ini. Boyamin mengaku prihatin karena KPK belum bisa mengungkap kasus-kasus besar atau ‘big fish’.
“Ini memang suatu keprihatinan kita, saya berharap perlu didorong, KPK perlu di depanlah,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya yang dibagikan kepada ANTARA di Jakarta, Minggu 26 Maret 2023.
Bahkan, Boyamin mengatakan pihaknya sudah meramal sejak 10 tahun yang lalu bahwa kinerja KPK akan kalah dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengungkap kasus-kasus besar tindak pidana korupsi.
Ketidakmampuan KPK mengungkap kasus besar, kata Boyamin, kemungkinan karena pola kerja yang dijalankannya selama ini. Di mana KPK hanya fokus pada operasi tangkap tangan (OTT) yang menerapkan Pasal 5 tentang suap, Pasal 11 tentang Gratifikasi serta Pasal 12 tentang Penerimaan Hadiah dan Pemerasan.
Dari OTT itu, katanya, KPK melakukan pengembangan kasus jika pengembangan kasus yang dilakukan KPK selalu berasal dari OTT maka akan terbiasa dimudahkan dalam proses hukum.
“Yaitu apa? Dia (KPK) membuat bukti istilahnya gitu, jadi dia mau ‘ngincer’ orang kalau enggak jadi diberikan uangnya kan enggak jadi ada bukti bahwa terjadi suap, jadi ini sesuatu yang membuat bukti jadi gampang gitu,” katanya.
Berbeda dengan Kejagung, lanjut dia, dalam praktiknya, lembaga Adhyaksa itu selalu berkontribusi atau berkutat pada Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi dan segala perubahannya.
Di mana pada Pasal 2, katanya, tentang perbuatan melawan hukum Pasal 3 adalah perbuatan penyalahgunaan wewenang.
“Kalau Pasal 2 dan Pasal 3 adalah mencari bukti dan menemukan bukti. Kenapa? Karena korupsinya sudah terjadi, bisa jadi lima tahun yang lalu, 12 tahun yang lalu, atau setahun yang lalu sudah peristiwanya terjadi dan harus menemukan dan mencari alat bukti,” katanya.
Singkatnya, Boyamin mengatakan KPK hanya berkutat di OTT dan Pasal 5, Pasal 11, dan Pasal 12, sehingga tidak berusaha untuk membangun kasus. Sedangkan, Kejagung berkonsentrasi di Pasal 2 dan Pasal 3 yang otomatis banyak kasus-kasus besar mengantre untuk diungkap.
Menurut Boyamin, keberhasilan Kejagung tidak hanya mengungkap kasus-kasus besar tapi mampu merumuskan kasus terkait tentang kerugian perekonomian negara.
“Jadi Kejagung itu bukan hanya kasus besar tapi sudah melompat lagi tentang merumuskan kerugian perekonomian negara, sementara KPK masih berkutat kerugian keuangan negara dan itu kemudian hanya berdasarkan OTT dan temuan BPK misalnya,” kata Boyamin.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)