Menurut analis politik Timur Tengah, Hamid Samidi, sejumlah peraturan tersebut menandai upaya Putera Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Muhammad bin Salman Al Saud (MBS), untuk mengubah identitas Arab Saudi dari negara Islam menjadi negara yang lebih terbuka
RUANGPOLITIK.COM —Kementerian Agama Arab Saudi mengumumkan peraturan baru pada Ramadhan 2023. Peraturan itu sudah diumumkan sejak 3 Maret 2023.
Beberapa di antara aturan tersebut menyangkut pengaturan volume pengeras suara masjid dan larangan masjid memungut donasi untuk membeli makanan buka puasa.
Berikut adalah daftar aturan baru di Arab Saudi jelang Ramadhan 2023.
Pembatasan volume pengeras suara masjid
Larangan merekam aktivitas sholat dan menyebarkannya ke media dan media sosial
Dilarang iktikaf di masjid tanpa menunjukan kartu identitas
Dilarang memanjangkan salat tarawih hingga waktu salat tahajud pada 10 hari terakhir Ramadhan.
Masjid dilarang memungut donasi atau infak untuk membeli makanan berbuka puasa
Dilarang bawa anak kecil di masjid
Tidak ada iftar di dalam masjid
Peraturan baru tersebut mulai diberlakukan pada Ramadhan 2023 dengan pengawasan langsung dari Kementerian Agama Arab Saudi.
Menurut analis politik Timur Tengah, Hamid Samidi, sejumlah peraturan tersebut menandai upaya Putera Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Muhammad bin Salman Al Saud (MBS), untuk mengubah identitas Arab Saudi dari negara Islam menjadi negara yang lebih terbuka.
“MBS terus menggeser Islam dari kehidupan publik,” kata Sami Hamdi dikutip RuPol dari DW.
Pengamat dari Deutsche Welle (DW), Bruno Chmidt-Feuerheerd, juga menilai hal ini didasari keinginan Muhammad Bin Salman untuk mengubah image Arab Saudi menjadi negara yang lebih terbuka.
Misalnya, Feuerheerd pembangunan Al-Mukaab atau The New Mukaab yang berukuran tinggi 400 meter dan lebar 400 meter dengan jelas menunjukkan keinginan MBS untuk memberikan porsi lebih besar kepada budaya Arab daripada agama Islam.
Dalam perjanjian 23 Setember 1727, Abdul Wahab mengikrarkan janji akan memberikan legitimasi kekuasaan keluarga Kerajaan lewat dakwah agama Islam sementara keluarga Kerajaan akan memberikan otoritas atas Pendidikan kepada Abdul Wahab.
“22 Februari tidak memiliki dasar sejarah dan kebijakan ini tentu dilatarbelakangi oleh keinginan menetapkan hari libur nasional yang bebas dari unsur agama,” kata Feuerheerd.
Menurutnya, pergeseran tanggal hari jadi Kerajaan Arab Saudi itu bisa diartikan sebagai upaya mengecilkan peran Abdul Wahab dalam pembentukan negara Arab modern.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)