RUANGPOLITIK.COM— Kontroversi jelang keputusan Mahkamah Konstitusi terus membuat situasi politik kian panas. Terutama adanya upaya dari PDIP agar sistem pemilu dikembalikan pada sistem proporsional tertutup mengingat tingginya angka korupsi dan besarnya belanja politik yang harus dikeluarkan. Bahkan sistem coblos partai ditenggarai dapat menjadi kaderisasi parpol untuk mempersiapkan kader yang berkualitas.
Mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan kritik pertanyakan urgensi mengubah sistem proporsional pemilu dari terbuka menjadi tertutup, seiring Mahkamah Konstitusi yang dalam waktu dekat akan mengeluarkan putusan terkait gugatan tersebut.
Hal ini langsung direspon oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menjawab pernyataan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY yang mempertanyakan apa kegentingan mengganti sistem Pemilu.
Hasto menyebut SBY lupa dirinya pernah mengganti sistem Pemilu pada 2008 silam.
“Pak SBY kan tidak memahami jas merah. Pak SBY lupa bahwa pada bulan Desember tahun 2008, dalam masa pemerintahan beliau, justru beberapa kader Demokrat yang melakukan perubahan sistem proporsional tertutup menjadi terbuka melalui mekanisme judicial review,” kata Hasto kepada wartawan di Kabupaten Lebak, Banten, Minggu (19/2/2023).
Hasto mengatakan saat itu SBY mengganti sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup hanya 4 bulan sebelum Pemilu. Dia menyebut saat itu SBY mengubah sistem pemilu demi meraup keuntungan jangka pendek.
“Itu hanya beberapa bulan, sekitar 4 bulan menjelang pemilu yang seharusnya tidak boleh ada perubahan, ternyata itu kan ditempatkan sebagai bagian dari suatu strategi kemenangan jangka pendek, sehingga dengan melakukan segala cara akhirnya Partai Demokrat mengalami kenaikan 300 persen,” tegas Hasto.
“Bayangkan dengan PDI perjuangan yang ketika berkuasa, kenaikannya hanya 1,5 persen, sehingga mustahil dengan sistem multi partai yang kompleks suatu partai bisa menaikkan suaranya bisa 300 persen dan itu tidak mungkin terjadi tanpa kecurangan masif, tanpa menggunakan beberapa elemen dari KPU yang seharusnya netral dan itu dipakai dan dijanjikan masuk ke dalam kepengurusan partai tersebut,” tegasnya.
Menurut SBY, perubahan sistem pemilu sejenis dengan perubahan-perubahan fundamental lain, yakni konstitusi, bentuk negara, serta sistem pemerintahan.
“Pada hakekatnya rakyat perlu diajak bicara, perlu dilibatkan. Ada yang menggunakan sistem referendum yang formal maupun jajak pendapat yang tidak terlalu formal,” ujar SBY, Minggu (19/12/2023).
Edito: Ivo Yasmiati
(RuPol)