RUANGPOLITIK.COM — Dewan Pimpinan Pusat (DPP) NasDem angkat suara ihwal tudingan Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto yang menyebut partai itu menahan diri soal Koalisi Perubahan Anies Baswedan.
Pernyataan Airlangga sebelumnya disampaikan dalam perbincangannya dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar saat keduanya bertemu di kawasan Senayan, Jakarta, Jumat (10/2/2023).
Selain itu, beberapa hari sebelumnya, Airlangga sempat disambangi Ketua Umum NasDem, Surya Paloh di markas Golkar.
“Wah, kita ndak ngerti apa yang dimaksud dengan menahan diri,” ucap Wasekjen Partai NasDem Hermawi Taslim, Jumat (20/2/2023).
Hermawi mengaku tak mengerti pernyataan Airlangga. Dia mengaku heran karena di antara rencana Koalisi Perubahan bersama Demokrat dan PKS, justru partainya telah lebih dulu mengusung eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menjadi bakal calon presiden pada 2024.
Bagi NasDem, kata dia, Anies pilihan final untuk maju di Pilpres 2024. Menurutnya, safari Anies hingga kini masih berlanjut. Setelah berkunjung ke beberapa wilayah di NTB, Anies berencana akan bersafari ke Kalimantan.
“Wong NasDem lah yang pertama mendeklarasikan Anies 2 oktober 2022 yang lalu. Bagi NasDem, Anies final,” tegasnya.
Sebelumnya, dalam percakapannya dengan Muhaimin alias Cak Imin, Airlangga menyebut bahwa NasDem masih menahan diri untuk mendeklarasikan koalisi mereka dengan PKS dan Demokrat. Menurut Airlangga, ketiga partai akan menggelar deklarasi sendiri-sendiri.
Namun, Airlangga tak menjelaskan maksud pernyataannya yang menyebut NasDem masih menahan diri.
“Tapi bertiga masih?” kata Cak Imin.
“Bertiga itu masih, tapi NasDem masih menahan diri dulu,” timpal Airlangga.
Dihubungi terpisah, Ketua DPP Golkar Dave Laksono enggan berkomentar soal pernyataan Ketua Umum partainya. Ia meminta agar hal itu ditanyakan langsung ke NasDem.
Pengamat: Kehadiran Anies di Pilpres Mengancam Kemenangan Prabowo
Sementara itu, gonjang ganjing NasDem mulai melemahkan dukungan kepada Anies Baswedan disinyalir kuat ada kepentingan dengan isu reshuffle kabinet yang sempat mengemuka di awal bulan Februari ini. Tak hanya itu saja, capres dari NasDem ini juga mendapat serangan dari Gerindra yang dianggap mengungkit jasa terkait Pilkada DKI Jakarta yang memasangkan duet Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Menurut pengamat politik dan Direktur Indonesia Political Opinion (IPO) kehadiran Anies Baswedan di pilpres 2024 dianggap batu sandungan besar bagi Ketum Gerindra Prabowo Subianto.
Hal ini mengingat sebagian pendukung Prabowo yang sudah berpaling ke Anies, sehingga Gerindra melakukan berbagai manuver yang menginginkan agar Anies mengingat jasa Gerindra yang sudah menjadikannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.
“Pihak yang inginkan Anies gagal terusung tentu banyak, tidak terkecuali Gerindra, karena bagaimanapun Anies potensial menjadi tokoh dengan gelombang pemilih baru yang cukup signifikan. Salah satunya dengan propaganda soal hutang, padahal banyak diketahui dalam kontestasi pembiayaan itu lumrah, justru Anis bisa mendapat simpati karena ia dianggap tidak mengakomodir investor politik di Pilgub DKI untuk mendapatkan keuntungan dari keterpilihan Anies di Jakarta,” tegas Dedi.
Tak hanya itu, Dedi juga menilai kali ini Gerindra melihat ancaman Anies menggerus Prabowo mulai terlihat termasuk dalam beberapa hasil survei yang memperlihatkan keunggulan Anies semakin menggeser Prabowo.
Hal ini membuat langkah Prabowo menuju RI-1 semakin tak mudah, karena Anies akan menjadi rival politiknya.
“Prabowo tentu khawatir sekaligus menyayangkan, karena jika Anies berada di belakangnya, ia bisa menang mudah, tetapi justru Anies kian melambung dan mengancam mendahului Prabowo terkait elektabilitas,” ulas Dedi.
Namun, ia menilai meski Anies berusaha mencuri pemilih Prabowo di pilpres mendatang jika ia mendapat tiket, Dedi melihat Prabowo masih tetap memiliki loyalis yang tinggi. Apalagi ketokohan Prabowo yang sangat tegas dan segudang pengalamannya dianggap masih memiliki kans untuk menang. Meski kans kemenangan itu menjadi tak mudah, karena Anies tak berada dibelakang pendukung Prabowo.
“Prabowo tetap punya basis suara, tidak besar pemilihnya yang bergeser ke Anies, sehingga jika Prabowo kalah di 2024, hal itu bukan karena Anies,” pungkasnya.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)