RUANGPOLITIK.COM — Semakin buyarnya gerak koalisi tiga partai yakni NasDem, Demokrat dan PKS untuk menggaungkan Koalisi Perubahan menggoyang podium pilpres 2024 makin tak jelas arah.
Tak urung kabar koalisi bubar ditengah jalan kian mengemuka dan berhembus menyusul melemahnya sikap tawar NasDem untuk perjuangkan Anies Baswedan pun mulai dipertanyakan. Sehingga tak urung spekulasi NasDem ‘PHP’ Anies atau mitra koalisinya, terlihat serius hanya sebagai lip service.
Mengamati situasi politik terkini tersebut, pengamat politik dari Citra Institute Efriza, saat dihubungi Rupol, Jumat (20/1/2023) mengatakan jika sikap NasDem memang terlihat penuh tanda tanya.
“Nasdem memang patut dipertanyakan keseriusannya. Nasdem ditenggarai sedang dilema atas keputusannya sendiri. Nasdem amat kemaruk, ingin tetap di pemerintahan dan juga ingin melabeli Anies Baswedan menjadi punyanya Nasdem, didasari sudah dideklarasikan oleh Nasdem. Padahal Anies adalah non-parpol dan Nasdem satu-satunya partai yang tak punya kader yang layak untuk jadi capres atau cawapres,” jelasnya.
Efriza juga melihat bagaimana nasib Demokrat yang digantung, tapi diberi harapan palsu untuk tetap bertahan di koalisi.
“Demokrat sejak awal tampaknya memang hanya diharapkan sebagai pelengkap koalisi saja bersama PKS agar memenuhi syarat Parlemen Treshold. Tapi soal cawapres Nasdem tidak akan rela, sebab akan membuka kans Demokrat berjaya kembali. Saat ini, dengan terpuruknya demokrat menyebabkan Nasdem dua kali pemilu peringkatnya tinggi dari 7 ke 5, apalagi faktanya keduanya sama-sama Nasionalis, serta perolehan suara PD bisa di atas nasdem,” ulas dosen ilmu pemerintahan ini.
Sedangkan dengan PKS, Nasdem juga khawatir jika PKS diberi kesempatan, citra Nasdem malah akan terpuruk, karena berseberangan antara Nasdem dengan isu restorasi dan PKS diidentikkan Islam kanan.
“Jadi diyakini koalisi ini diharapkan terbentuk jika pasangannya non partai politik, sehingga ketiga kekuatan itu sama-sama tidak ada yang spesial, karena tanpa kader yang diusung masing-masing,” tegasnya.
Dalam srategi pilpres ini, Efriza menilai ada tiga langkah skenario yang sedang dimainkan NasDem.
Skenario Nasdem adalah pertama, tetap di pemerintahan, sambil menunggu respons pemerintah terhadap usulan PDIP mereshuffle menteri-menteri dari Nasdem.
Kedua, koalisi akan terbentuk di menit akhir karena menunggu berbagai kemungkinan dari perkembangan di eksternal yakni, reshuffle, mengukur kekuatan koalisi lain dan jumlah koalisi, melihat pasangan calon dari berbagai koalisi.
Ketiga, ke dalam internal, Nasdem sedang menunggu siapa yang akan menjadi koordinator koalisi di antara Nasdem-PKS-PD ini terkait dengan logistik terbesar siapa yang akan berperan mengucurkannya.
“Nasdem juga mengukur kekuatan daerah mana yang akan dipilih sebagai basis kekuatan cawapres mendampingi Anies. Nasdem juga kalkulasi berbagai nama-nama beredar dengan hitungan elektabilitas untuk partainya, terkait potensi kenaikan suara dan kursi,” urai Efriza.
Dan jika benar koalisi ini bubar ditengah jalan, jelas yang paling dirugikan adalah Anies Baswedan karena ia seperti tersandera.
“Jika koalisi ini gagal terbentuk jelas yang paling dirugikan adalah Anies Baswedan. Sebab ia bak “diganjal” oleh Nasdem, saat ini Anies sedang di sandera Nasdem, maju melalui PKS ia sudah dicitrakan dengan Nasdem, dan posisinya lebih cenderung ditawari oleh PKS sebagai cawapres ke koalisi lain,” tegasnya.
Sementara jika Demokrat tentu saja tak akan mau menawarkan Anies karena punya AHY. Terkait partai yang paling dirugikan oleh sikap Nasdem tentu adalah PD, karena ini momentum emasnya AHY di Pilpres kali ini utamanya sebagai cawapres, dan ini juga momentum PD merangkak naik suaranya pasca terpuruk.
“Demokrat njelimet jika ke Gerindra dengan menawarkan AHY, karena tidak mungkin dua sosok militer sebagai pasangan dari koalisi kebangkitan Indonesia raya, tentu pemilih besar kemungkinan tak antusias, dan jangan lupakan keduanya antara AHY dan Prabowo sejatinya sulit disatukan dalam satu kubu. Jika AHY ke KIB potensi kecil diterima KIB, juga direstui oleh Jokowi sebab disinyalir KIB merapat kepada PDIP,” pungkasnya.
Sedangkan PKS tak terlalu dipusingkan karena ia tak punya sosok potensial, sehingga merapat ke.koalisi Gerindra juga siap ditampung.
Sementara, Nasdem bisa saja memilih kepada KIB dan Gerindra tidak teramat berat. Hanya paling “putih muka,” tapi setidaknya Nasdem sudah menjegal kans Anies, Nasdem juga akan ditenggarai akan tetap diterima koalisi kubu pemerintah di KIB atau Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya. (IY)
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)