RUANGPOLITIK.COM— Aksi penolakan dilakukan oleh delapan parpol di parlemen dengan melakukan pertemuan Minggu (8/1/2023) menegaskan penolakan terhadap sistem pemilu proporsional tertutup atau coblos partai. Gerindra termasuk dalam kedelapan parpol itu namun tidak terlihat hadir. Gerindra memberikan penjelasan.
Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menekankan sikap partainya ikut dalam kesepakatan tersebut yakni tidak setuju dengan sistem pemilu coblos partai atau tertutup. Sikap itu pun sudah dinyatakan Gerindra di parlemen.
“Bahwa di Gerindra itu tidak menyetujui sistem proporsional tertutup, di parlemen juga kami secara partai, kami sudah bicara, dan juga bareng-bareng teman di parlemen kami sudah menyatakan untuk membuat pernyataan bersama juga untuk menolak proporsional tertutup,” kata Dasco ketika dikonfirmasi, Minggu (8/1/2023).
Dasco mengatakan ketua umumnya Prabowo Subianto pun sudah menyatakan hal yang sama. Demi asas keadilan dan keterbukaan Prabowo menolak sistem pemilu coblos partai.
“Kemarin ketum kami, dalam peresmian kantor badan pemenangan pilpres juga sudah menyampaikan hal yang sama, bahwa Gerindra untuk asas keadilan dan keterbukaan juga menolak proporsional tertutup dengan alasan bahwa biarkan rakyat memilih wakilnya bukan partai,” ucapnya.
Mengamati penolakan dari para parpol terkait sistem pemilu tertutup ditanggapi oleh Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK) Menurut JK itu, sistem pemilihan proporsional terbuka sudah cukup bagus, walau menimbulkan sisi negatif.
“Sistem (Pemilu Proporsional) terbuka itu sebetulnya sudah benar,” kata JK saat ditemui di Menara Bank Mega, Jl. Kapten Tendean, Mampang Prapatan, Jakarta, Senin (9/1/2023).
JK tidak menyebutkan secara terang-terangan dampak negatif dari sistem pemilihan terbuka. Ia hanya menyebutkan istilah jeruk makan jeruk.
Lebih jauh, mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut menjelaskan bahwa dialah yang pertama kali mengusulkan pertama kalinya dari sistem pemilihan tertutup ke pemilihan terbuka.
“Saat itu pemilihan tertutup yah. Sayalah yang mengusulkan pertama kali ke sistem terbuka” tambah JK.
Saat itu, JK punya dua alasan, yakni agar masyarakat mengetahui siapa yang dia pilih. Yang kedua, lanjut JK, jika terbuka maka calon akan berkampanye sendiri.
“Kalau tertutup, cenderung calon tidak berkampanye, tapi partai yang berkampanye. Dan yang paling sulit adalah menentukan nomor-nomor,” tegasnya lagi.
Dengan demikian, JK menilai, sistem terbuka sudah tepat dan tinggal menghindari dampak negatif yang ditimbulkan.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)