RUANGPOLITIK.COM— Presiden Joko Widodo resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022 lalu. Penerbitan Perppu Cipta Kerja ini berpedoman pada peraturan perundangan dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PUU7/2009.
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) I Gde Pantja Astawa berpendapat Jokowi saat menerbitkan Perppu tanpa atau tidak melibatkan dan tidak pula memerlukan persetujuan DPR.
“Reasoning-nya jelas, yaitu agar presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa dapat bertindak cepat dan tepat untuk segera memulihkan keadaan mendesak menjadi normal kembali,” kata Pantja dalam pernyataan tertulis, Rabu (4/1/2023).
Kondisi darurat ini sempat dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang bilang penerbitan Perppu tersebut dilakukan dengan alasan mempertimbangkan kebutuhan mendesak. Ada sejumlah kondisi dan tantangan yang perlu antisipasi secepatnya.
Pemerintah memastikan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 atau Perppu Cipta Kerja membatasi penggunaan tenaga alih daya atau outsourcing. Hal ini menyempurnakan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang tidak mengatur pembatasan jenis pekerjaan yang bisa menggunakan outsourcing.
Menurut Dirjen Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Indah Anggoro Putri menyampaikan, pembatasan penggunaan tenaga alih daya dalam Perppu Cipta Kerja bertujuan untuk memberikan peluang atau kesempatan lebih luas bagi buruh untuk menjadi pekerja tetap/PKWTT guna melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat tetap.
Sehingga, menutup peluang fenomena outsourcing seumur hidup.
“Alasannya untuk memberikan peluang bagi pekerja sebagai pekerja tetap. Jadi, ada kepastian,” kata Dirjen Indah Anggoro dalam konferensi pers Perpu Cipta Kerja di Jakarta, Jumat (6/1).
Dirjen Indah menerangkan, jika penggunaan tenaga alih daya tidak dibatasi maka dikhawatirkan akan munculnya fenomena pegawai outsourcing seumur hidup. Sehingga, pemerintah memutuskan untuk membatasi penggunaan tenaga alih daya atau outsourcing.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)