RUANGPOLITIK.COM — Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat berbicara mengenai politik identitas pada pemilu. Djarot menilai politik identitas jahat dan perlu untuk dihindari. Ia mengingat kembali bagaimana serangan politik identitas yang dipakai saat Pilgub DKI Jakarta 2017. Dan ia mengingatkan kembali agar masyarakat menciptakan toleransi yang kuat.
“Ya kita lihat saja. Seperti di DKI, mungkin tidak ya, tetapi timnya di bawah, warga masyarakat. Ini tugas kita pemimpin bangsa, para calon siapapun itu, untuk bisa membangun kesadaran, menguatkan kepribadian, menanamkan cinta kasih, toleransi satu sama lain. Tidak membiarkan apabila tim-timnya itu, siapapun itu, kemudian melakukan penistaan, penghinaan sampai dengan persekusi, yang maaf ya, saya pernah alami itu di Jakarta,” ujarnya di Jakarta, Jumat (23/12).
Ia juga mengeluhkan jika politik identitas dapat memecah belah bangsa. Begitulah jahatnya politik identitas dengan menggunakan narasi kebencian.
“Bangsa kita ini kan dilahirkan sebagai bangsa yang majemuk, yang masing-masing mempunyai identitas, yang masing-masing mempunyai perbedaan. Nah politik identitas itu jahat karena akan mengeksploitir identitas masing-masing, guna apa? Untuk membenci, untuk merenggangkan, guna untuk mencaci identitas yang berbeda,” tegasnya.
Karena itu Djarot mengatakan sudah seharusnya kita kembali membangun budaya politik yang bermartabat.
“Masing-masing punya identitas, marilah kita hindari itu. Justru dengan identitas kita masing-masing berbeda-beda ini, justru kita diminta untuk membangun budaya politik yang berkeadaban, yang harga menghargai, hormat menghormati satu sama lain,” ungkapnya.
Menurutnya, tidak masalah jika seseorang tidak ingin memilih orang tersebut untuk menang dalam suatu pemilu. Namun, dia menyebut jangan menggunakan politik identitas untuk membuat seseorang dibenci.
“Boleh orang tidak memilih, tapi jangan ya kemudian dengan cara membenci, kemudian memfitnah, menakut nakuti, berjualan ayat. Jangan. Itu tidak baik untuk bangsa ini,” ujarnya.
Untuk itu, politisi PDIP ini kembali mengingatkan agar membangun politik yang demokratis dan menghindari politik identitas.
“Oleh sebab itu politisasi identitas harus dihindari dalam politik yang demokratis, maka tugas kita adalah membangun demokrasi kita yang lebih substansial,” pungkasnya.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)