RUANGPOLITIK.COM — Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah meloloskan 17 partai politik (parpol) untuk menjadi peserta Pemilu 2024. Namun, adanya parpol baru yang tak lolos dianggap adanya intervensi dan kecurangan yang dilakukan oleh KPU Pusat ke KPU di daerah. Terutama saat verifikasi faktual dalam Sistem Informasi Publik (Sipol).
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih berniat melaporkan anggota KPU RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) perihal temuan kecurangan KPU pusat dalam proses verifikasi faktual.
Perwakilan koalisi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyampaikan, koalisi menemukan sejumlah indikasi kecurangan yang dilakukan anggota KPU pusat ke anggota KPU daerah dalam proses verifikasi faktual parpol.
Adapun sejumlah bentuk dugaan praktik kecurangan yang dilakukan oleh anggota KPU RI antara lain, mendesak KPU provinsi melalui panggilan video atau video call untuk mengubah status verifikasi partai politik, dari yang awalnya tidak memenuhi syarat berubah menjadi memenuhi syarat.
Lebih lanjut, Kurnia menyampaikan bahwa praktik ini juga disertai ancaman mutasi bagi pegawai yang menolak. Dugaan intimidasi dari KPU RI kepada KPU daerah disebut melalui dua cara.
Pertama, ancaman mutasi yang ditujukan kepada pegawai KPU daerah jika menolak instruksi untuk mengubah status verifikasi partai politik. Kedua, intimidasi terhadap jajaran KPU daerah terkait proses seleksi calon anggota KPU daerah yang akan digelar 2023.
Lebih lanjut, Kurnia menyatakan koalisi dan anggota KPU daerah yang mengklaim tahu perihal praktik kecurangan ini telah melayangkan somasi kepada KPU melalui tim kuasa hukum. Somasi itu, dilayangkan pada Selasa, 13 Desember 2022 lalu.
Pihaknya menuturkan, koalisi telah membuka pos pengaduan independen selama sepekan terakhir yang ditujukan kepada dua entitas, yaitu kepada penyelenggara pemilu daerah. Dan kepada masyarakat yang mengetahui jika ada praktik kecurangan di dalam proses verifikasi faktual partai politik.
Hasilnya, per Minggu 18 Desember 2022, koalisi menemukan menemukan ada berbagai aduan dan juga informasi yang terkait kecurangan. Setidaknya, ditemukan ada 12 Kabupaten dan 7 provinsi yang diduga mengikuti instruksi dari KPU pusat untuk berbuat curang saat proses verifikasi faktual parpol peserta pemilu.
“Tentu temuan-temuan ini akan kami dalami, akan kami utuhkan semuanya sehingga nanti akan ada proses advokasi lanjutan,” kata Kurnia.
Kurnia mengatakan audit Sipol ini menjadi salah satu dari tiga tuntutan koalisi menyikapi sejumlah indikasi kecurangan hingga dugaan intimidasi yang dilakukan KPU pusat.
“Maka Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih menuntut beberapa poin, yang pertama terhadap Komisi Pemilihan Umum, ini sangat penting sekali untuk dilakukan karena sampai detik ini kami belum pernah mendengar hal ini berani diutarakan oleh anggota KPU pusat, apa itu? Mengaudit besar-besaran Sipol dan menyampaikannya secara terbuka, transparan kepada masyarakat,” kata Kurnia secara daring melalui akun Youtube Sahabat ICW, dikutip Senin (19/12/2022).
Kurnia menjelaskan perlunya hasil audit Sipol disampaikan secara transparan oleh KPU kepada masyarakat. Pasalnya, kata dia berdasarkan kesaksian yang diterima koalisi, isu kecurangan berupa manipulasi data dalam tahapan verifikasi faktual parpol peserta Pemilu bersumber dari dugaan adanya perubahan data di dalam Sipol.
“Maka, jawabannya adalah audit Sipol-nya, biar nanti terlihat ada perbedaan-perbedaan pada tanggal-tanggal tertentu karena sistem ini didasarkan pada digital, elektronik, pasti setiap perubahan data pasti ada historinya kelihatan di sana, kami akan adu data,” jelas dia.
Koalisi juga menuntut Komisi II DPR RI memanggil KPU RI sebagai bentuk menjalankan mandat pengawasan untuk mengklarifikasi temuan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih.
Jika kemudian ditemukan adanya pelanggaran atau kecurangan dalam proses verifikasi faktual partai politik oleh KPU, maka koalisi merekomendasikan kepada Komisi II DPR RI untuk memberhentikan anggota KPU yang curang.
“Kami juga mendesak Komisi II DPR RI memanfaatkan wewenangnya berdasarkan Pasal 38 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum untuk merekomendasikan pemberhentian anggota KPU RI yang terbukti berbuat curang,” kata Perwakilan koalisi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana.
Terakhir, koalisi juga menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan penyelenggaraan Pemilu 2024 tidak dicemari dengan praktik intimidasi, kecurangan, koruptif, dan manipulatif.
“Ini penting sebagai bukti konkret komitmen Presiden sebelum nanti menanggalkan jabatannya pada tahun 2024 mendatang,” kata Kurnia.
Sikap Koalisi pun mendapat dukungan dari sejumlah pihak. Misalnya, Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI) yang menyebut, dugaan kecurangan dalam proses verifikasi faktual parpol itu selain berpotensi merusak tatanan hukum juga berpotensi mengkhianati suara rakyat.
”Jika penentuan partai yang berhak ikut pemilu dan yang tidak berhak ikut pemilu dilakukan dengan penuh manipulasi, maka Indonesia berada dalam darurat demokrasi,” kata Sekjen SKI Raharja Waluya Jati.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)