RUANGPOLITIK.COM — Wacana penundaan Pemilu 2024 yang digulirkan oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo dinilai segelintir pihak tak sesuai dengan konstitusi. Pernyataan Bamsoet menjadi blunder ketika ia berpandangan ada potensi yang harus diwaspadai saat ini, terutama suhu politik nasional yang kian panas, hingga dampak Covid-19 yang berkepanjangan.
“Tentu kita juga mesti menghitung kembali, karena kita tahu bahwa penyelenggaraan pemilu selalu berpotensi memanaskan suhu politik nasional, baik menjelang, selama, hingga pasca penyelenggaraan pemilu,” kata Bambang dalam tayangan Youtube Poltracking Indonesia, Kamis (8/12).
Pernyataan ini dikritik oleh pengamat politik
Dr Sholeh Basyari, Direktur Eksekutif Center for Strategic on Islamic and International Studies (CSII), saat dihubungi RuPol, Jumat (9/12).
“Usulan tunda pemilu dengan alasan keamanan atau stabilitas politik berbahaya bagi konstitusi,” jelasnya.
Karena itu, Sholeh menilai ada beberapa hal yang menjadi landasan mengapa penundaan pemilu diperbolehkan untuk terjadi.
“Berikut sejumlah hal yg menyebabkan agenda pemilu tertunda yakni kerusuhan,bencana dan gangguan keamanan,” tegasnya.
Sholeh juga mengungkapan penundaan pemilu dianggap sebagai bagian dari kontrol stabilitas yang dikendalikan oleh negara.
” Tunda pemilu kontrol stabilitas gagal dikendalikan negara. Hal ini tersarikan dari UU pemilu no 8 tahun 2012,” tegasnya.
Pernyataan Ketua MPR sebelumnya yang dianggap kurang tepat untuk untuk usulan penundaan Pemilu menyinggung soal proses pemulihan bangsa dan negara akibat pandemi Covid-19. Dan juga adanya ancaman terhadap bangsa dari situasi global ke depan.
“Nah ini juga harus dihitung betul, apakah momentumnya (Pemilu 2024) tepat dalam era kita tengah berupaya melakukan recovery bersama terhadap situasi ini. Dan antisipasi, adaptasi terhadap ancaman global seperti ekonomi, bencana alam, dan seterusnya,” jelas Ketua MPR.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)