RUANGPOLITIK.COM — Kritikan atas proyek Ibu Kota Negara (IKN) yang digagas pemerintah datang dari banyak kalangan. Pasalnya revisi UU IKN yang sedang digesa saat ini sangat merugikan negara ke depannya. Tak hanya itu, juga dianggap pelanggaran konstitusi terkait pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) yang memakan waktu 160 tahun lamanya.
Pernyataan ini disampaikan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Iwan Nurdin, Minggu (4/12) yang meminta pemerintah menghentikan rencana untuk mendorong revisi Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) terkait pengaturan jaminan hak atas tanah selama 160 tahun kepada investor.
Menurutnya pemberian hak atas tanah selama 160 tahun dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB) telah melanggar konstitusi sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi No.21-22/PUU/2007 yang membatalkan HGB 80 tahun sekaligus di muka.
“Jika 80 tahun saja melanggar konstitusi apalah lagi 160 tahun,” tegas Iwan.
Ia juga berpendapat jika pemerintah akan mengakali hambatan aturan semacam itu dengan cara memberikan HGB di atas Hak Pengelolaan (HPL) dengan perikatan dengan menjanjikan perpanjangan dan pembaruan sekaligus sebanyak dua kali sehingga berjumlah 160 tahun.
“Akal-akalan semacam ini mereflisikan bahwa pemegang HPL telah bertindak sebagai pemegang hak atas tanah secara perdata biasa bukan turunan hak publik negara,” ungkap Iwan.
Jika dilanjutkan, praktik itu menurutnya mirip dengan menghidupkan Kontrak Karya dimana negara atau pemrintah menjanjikan perjanjiam perdata yang mensejajarkan dirinya dengan investor.
“Kebijakan semacam ini justru menghasilkan situasi dimana IKN kelak adalah kapling-kapling dari investor semata,” kata Iwan.
Iwan juga menilai, UU IKN kurang atraktif dalam menggaet investor yang ingin menanamkan modal di Nusantara.
“Padahal dalam kajian awalnya, gagasan pemerintah memindahkan IKN ke Kalimantan Timur bercermin dari kegagalan Jakarta selama ini sebagai ibu kota negara tumbuh disetir pemodal, timpang, dan jauh dari nilai-nilai kota yang sejahtera, berkelanjutan serta ramah lingkungan,” Iwan.
Dia mengungkapkan, revisi IKN yang diusulkan pemerintah memberi pesan bahwa sejak awal proyek pemindahan ibukota begitu mudah disetir oleh keinginan investor.
“Bukankah IKN kelak tumbuh sebagai kota yang sama saja dengan gaya pembangunan Jakarta. Bahkan jauh lebih buruk dari sisi pertanahan sehingga regulasinya dimiliki dan dikendalikan oleh pemodal internasional ketimbang kedaulatan sebuah ibu kota negara,” pungkasnya.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)