RUANGPOLITIK.COM — Posisi tawar di Koalisi Perubahan tentang peluang cawapres dari kubu koalisi semakin mental. Pasalnya Anies Baswedan ditenggarai akan memilih cawapres diluar koalisi.
Bukan AHY atau Aher, seperti yang selama ini menjadi deal politik di balik layar ‘Koalisi Perubahan batal deklarasi’ pada 10 November lalu.
Tak hanya itu, bola liar yang menggelinding, semakin memperkecil peluang Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres. Semua itu, karena politik dua kaki yang dimainkan NasDem, pro di pemerintahan tapi kontra di pilpres. Tentunya Surya Paloh tak ingin mati konyol dalam mengusug Anies Baswedan. Apalagi suara NasDem yang terus merosot dan mulai ditinggalkan kadernya.
Menurut pengamat politik Efriza, saat dihubungi RuPol, Sabtu (19/11) mengatakan kemarahan Demokrat akhir-akhir ini kepada NasDem wajar.
“Jelas saja, Demokrat meradang. Sebab, Nasdem tidak berupaya serius mendekat kepada Demokrat untuk membangun koalisi. Demokrat juga merasa ‘dihina’ sebab AHY elektabilitas tinggi sebagai cawapres tetapi Anies malah diharapkan dengan kubu pemerintah. Ini menunjukkan NasDem dan Anies tidak menghargai Demokrat dan AHY. Mereka tampak tidak sungguh-sungguh ingin membangun koalisi bersama Demokrat,” jelas Efriza.
Sementara usai pertemuan Anies-Gibran di Solo. Efriza menilai, Gibran itu simbol semata. Anies diharapkan mengambil ceruk di Jawa Tengah sebagai basisnya PDIP, dan juga mencoba menurunkan elektabilitas Ganjar Pranowo di Jawa Tengah.
“Jadi bukan benar-benar ingin menduetkan Anies-Gibran, tetapi memperluas basis elektabilitas Anies dan tentunya NasDem, tetapi turut menghina Demokrat,” tegasnya.
Efriza memprediksi tidak menolak kemungkinan jika partai Demokrat berpeluang besar untuk keluar dari Koalisi Perubahan ini. Karena suara ‘AHY seolah tak dianggap’ dengan popularitas dan partai besar yang ia bawa.
Sehingga, jika ini terjadi tak menolak kemungkinan Prabowo Subianto akan menggandeng Anies Baswedan sebagai cawapres.
“Gerindra menolak jika Prabowo dialihkan ke cawapres. Anies-Prabowo wacana yang amat kecil peluangnya. Prabowo tentu tak ingin harga dirinya lebih terhina, dideklarasikan capres malah untuk cawapres. Jangan lupakan pula Anies itu yang bawa Prabowo, tak mungkin posisi Anies lebih tinggi dari Prabowo,” jelasnya lugas.
Karena menurut dosen ilmu politik ini, Prabowo takkan membuang kesempatan sebagai capres. Meski kerap kali gagal.
“Prabowo itu militer, ia lebih baik maju bertempur berkali-kali di Pilpres, daripada membatalkan apa yang telah direncanakan,” pungkasnya.
Karena itu, peluang yang memungkinkan adalah ketika Koalisi Perubahan tampak tak jelas maka Nasdem dan Anies kepada Gerindra-PKB. Anies menjadi cawapresnya Prabowo.
“Ini memungkinkan karena Anies adalah non-parpol. Anies pun kemarin sudah jadi calon presiden di konvensi Demokrat tetapi kalah, lalu jadi menteri. Mau kok jadi Gubernur,” ujarnya.
Sehingga, kemungkinan besar adalah Gerindra-PKB menarik Anies dan NasDem. Sebab NasDem bagaimanapun bagian dari pemerintah. Akhirnya yang terjadi adalah menyisakan PKS dan Demokrat semata.
“Kedua partai itu hanya sebagai penggembira semata, tinggal memilih poros koalisi mana, sebab partai politik wajib ikut koalisi berdasarkan undang-undang,” pungkasnya. (IY)
Editor: Ivo Yasmiati