RUANGPOLITIK.COM — Dalam posisi Ganjar sebagai kader PDIP, jika Ganjar diusung oleh Golkar menurut Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), ia memberi efek positif.
Di antara tiga nama tersebut, studi ini menemukan bahwa Ganjar memiliki efek positif pada penguatan suara Golkar. Dalam treatment, pertanyaan kuesioner adalah jika Golkar mencalonkan Ganjar sebagai presiden, partai atau calon dari partai mana yang akan dipilih?
Dalam simulasi ini, Golkar mengalami penguatan dari 11 persen menjadi 17 persen suara. Kenaikan suara Golkar kurang lebih 6 persen.
Menurut Saiful, ini menunjukkan Ganjar bisa menaikkan suara partai Golkar, jika dia dicalonkan.
Namun ada catatan yang sangat menarik, menurut Saiful. Bila Golkar mencalonkan Ganjar, maka suara PDIP menjadi turun dari 25 persen (variabel kontrol) menjadi 18 persen.
Saiful menjelaskan bahwa selama ini, dalam pelbagai survei, PDIP mendapatkan suara selalu melampaui perolehan pada Pemilu 2019. Menurut dia, salah satu unsur suara PDIP tersebut adalah pendukung Ganjar. Jika Ganjar dicalonkan atau pindah ke partai lain, sebagian suara PDIP juga pindah.
“Kalau Ganjar dicalonkan oleh Golkar, dia mengajak (sebagian) pemilihnya pergi ke Golkar,” kata Saiful.
Lebih jauh Saiful menyatakan bahwa jika Golkar mencalonkan Ganjar, peta kekuatan politik partai mengalami perubahan, di mana Gerindra, PDIP, dan Golkar menjadi berimbang.
Saiful memberi catatan agar PDIP perlu berhati-hati dengan hasil temuan ini.
“Kalau PDIP ingin menjaga suaranya, mereka harus hati-hati dengan fakta ini. Jangan sampai Ganjar diambil oleh partai lain.” kata Saiful.
Saiful melihat bahwa Ganjar Pranowo adalah figur yang relatif terbuka. Jika ada penjelasan yang meyakinkan, dia bisa saja pindah ke partai lain. Namun demikian, lanjutnya, hal semacam itu tidak terlalu baik dalam konteks pendidikan politik. Seharusnya orang yang sudah berkarir dalam partai politik begitu panjang, seharusnya seharusnya tetap ada di partai tersebut.
“Jangan justru sudah ada di puncak, lalu dia keluar. Itu tidak baik untuk penguatan sistem kepartaian yang ada di Tanah Air,” imbuhnya.
PDIP memiliki kepentingan agar suara dukungannya besar. Karena itu, menurut Saiful, menjadi logis dan bijaksana apabila partai ini mempertimbangkan secara lebih serius calon presiden PDIP.
Jika tidak, PDIP bisa kena “getah”nya atau dampak negatifnya. Dalam banyak survei, suara PDIP selalu nomor satu. Tapi ketika Ganjar tidak ada di PDIP, peta dukungan berubah dan PDIP tidak lagi ada di posisi teratas.
“Faktor Ganjar sangat kuat dan bisa mengubah peta politik nasional,” jelas Guru Besar Ilmu Politik UIN Jakarta tersebut.
Dalam treatment di mana nama Airlangga dimasukkan dengan format pertanyaannya menjadi bila Golkar mencalonkan Airlangga untuk menjadi presiden, partai atau calon partai mana yang akan dipilih, hasilnya partai Golkar mendapatkan 13 persen suara. Ada kenaikan dua persen dari hasil variabel kontrol, tapi tidak signifikan.
Saiful menjelaskan bahwa kenaikan dua persen ini tidak cukup signifikan untuk menyatakan pencalonan Airlangga memiliki efek positif pada perolehan suara Golkar. Namun penting digarisbawahi, lanjut Saiful, setidak-tidaknya pencalonan Airlangga tidak memiliki efek negatif.
“Airlangga tidak memiliki efek, baik positif maupun negatif, pada suara partai Golkar. Karena itu, jika Golkar mencalonkan Airlangga, kemungkinan menaikkan suara Golkar tidak terjadi,” jelas Saiful. (IY)
Editor: Ivo Yasmiati