Irma mengingatkan, sesuatu yang tidak terbukti dan belum pernah dilaporkan tidak bisa dikatakan sebagai korban, tapi seharusnya diduga korban
RUANGPOLITIK.COM —Aktivis Irma Hutabarat menjadi salah satu orang yang gencar menyuarakan keadilan atas kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Dia mengkritisi pernyataan dari Ferdy Sambo dan tim kuasa hukumnya yang mengatakan bahwa Putri Candrawathi adalah korban pelecehan dari Brigadir J.
Selain itu, dia mengaku tak setuju karena Putri Candrawathi memposisikan diri sebagai korban padahal pelecehan seksual masih sebatas dugaan.
“Pelecehan yang diduga itu berarti korbannya belum terbukti, belum ada korban. Sementara, penggunaan kata korban itu tidak bisa dipakai sebetulnya. ‘Istri saya sebagai korban’, lalu pengacaranya juga ‘Ibu PC adalah korban’. Nggak boleh, harusnya diduga korban,” ulas Irma di kanal YouTube-nya.
Irma mengingatkan, sesuatu yang tidak terbukti dan belum pernah dilaporkan tidak bisa dikatakan sebagai korban, tapi seharusnya diduga korban.
Kemudian, pelecehan seksual yang sering disebut juga dinilainya sebagai hal yang tidak masuk akal, mengingat rumah yang kecil dan terdapat banyak orang di dalamnya.
“Yang paling tidak masuk akal adalah ketika peristiwa itu (pelecehan) tidak pernah dilaporkan jadi tidak ada kasusnya. Sebetulnya yang dibahas di media dan di persidangan itu apa ketika itu tidak ada kasusnya,” tuturnya.
Menurutnya, visum belum tentu bisa jadi sebuah bukti karena pada kasus lain banyak yang memalsukannya.
“Menurut saya agak aneh ya ketika kemudian kepolisian memberitahukan pada rekayasa pertama. Lalu kemudian juga di saat setelah keluar SP3 terhadap (laporan pelecehan) Duren Tiga, itu menyebutkan masih ada urusan pelecehan,” cibirnya.
Ia menjelaskan, penggiringan opini dan pengalihan isu tentang motif pembunuhan sudah berlangsung selama berbulan-bulan hingga saat persidangan masih dibahas.
Seharusnya, kata dia, polisi lebih pandai dan jeli dari orang awam pada proses investigasi. Meskipun tidak ada hasil visum dan saksi, isu pelecehan seksual masih terus bergulir sampai ke meja hijau.
“Kita tetap sabar, tetapi memang banyaknya rintangan dan rekayasa dari awal kan. Sebetulnya bukan hanya rekayasa, tapi Sambo tidak menginginkan peti jenazah dibuka,” ujarnya.
“Ada Jenderal Hendra Kurniawan, Leonardo Simatupang yang disebutkan dalam persidangan itu yang datang hanya untuk memastikan bahwa keluarga percaya ini ada aib terjadi,” imbuhnya.
Saat Hendra Kurniawan datang ke rumah orangtua Brigadir J, keluarga korban dilarang untuk menyalakan ponsel. Malam hari setelah kedatangan Hendra, ponsel orangtua, kakak, dan adik Brigadir J diretas selama dua minggu.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)