PAN terlihat pilihannya terlihat lebih ke Ganjar, walaupun pemilihnya banyak yang ingin ke Anies. Sedangkan PPP, suara jelas terpecah ke Anies dan Ganjar
RUANGPOLITIK.COM — Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang digagas oleh Golkar, PAN dan PPP berpotensi pecah sebelum pengumuman capres dan cawapresnya.
Hal tersebut terjadi, jika Golkar tetap memaksakan akan mengusung Ketua Umumnya Airlangga Hartarto sebagai capres.
Pada saat Peringatan Hari Ulang Tahun (Harlah) Golkar ke-58 di Jakarta, Airlangga Hartarto menyatakan makin yakin untuk menjadi capres dari Golkar.
Dirinya juga mendapat dukungan dari internal Golkar, termasuk oleh para tokoh-tokoh senior, seperti Aburizal Bakrie, Akbar Tanjung, Agung dan Bambang Soesetyo.
Namun keinginan Airlangga tersebut, akan menjadi sulit karena PAN dan PPP sebagai partai yang tergabung dalam KIB, menginginkan mengusung nama lain.
“PAN terlihat pilihannya terlihat lebih ke Ganjar, walaupun pemilihnya banyak yang ingin ke Anies. Sedangkan PPP, suara jelas terpecah ke Anies dan Ganjar,” ujar Sholeh Basyari melalui keterangan tertulis kepada RuPol, Jumat (21/10/2022).
Direktur Eksekutif Center for Strategic on Islamic and International (CSIIS) tersebut, melihat ada keengganan dari PAN dan PPP jika mengusung Airlangga sebagai capres, mengingat elektabilitasnya yang masih rendah.
Namun, Airlangga masih berpeluang untuk menjadi cawapres, jika Ganjar akhirnya menjadi pilihan capres dari KIB.
Pasangan Ganjar-Airlangga bisa mendapatkan dukungan penuh.
Tapi kalau tetap dipaksakan Airlangga sebagai capres, lanjut Sholeh, kemungkinan besar PAN dan PPP akan bergabung pada koalisi lainnya.
Aktivis NU itu juga melihat kondisi PPP yang serba sulit dan tidak menguntungkan dengan kondisi Pilpres 2024 ini, karena tidak memiliki tokoh yang bisa menjadi penarik suara.
PPP hanya menjadi pelengkap dalam koalisi capres manapun, sehingga ‘efek ekor jas’ dari pilpres tidak memberi pengaruh bagi PPP.
“Kecuali jika PPP mau tampil sendiri dan bermain sebagai ‘pengusung’ bagi calon-calon alternatif. Misalnya usung UAS (Ustadz Abdul Somad) atau Erick Thohir, dan mungkin juga sosok lain. Tapi keberanian itu tidak ada pada Elit PPP, terutama Plt Ketumnya yang baru. Terlihat masih ragu untuk bersuara,” terang Sholeh.
Dengan kondisi seperti itu, maka Sholeh menyebut kesempatan PPP untuk kembali ke parlemen semakin sempit.
Apalagi sampai saat ini, belum ada sesuatu yang nyata dan jelas yang dilakukan oleh PPP di bawah Plt Ketum Muhammad Mardiono.
“Awalnya banyak harapan untuk perubahan. Mardiono akan membuat gebrakan dan membangkitkan semangat PPP lagi. Tapi hampir 2 bulan berlalu, belum ada tanda-tandanya. Memang masih baru, tapi tetap harus gerak cepat, proses pileg kan sudah mulai, pendaftaran caleg ke partai sudah mulai,” sambungnya.
Bahkan Sholeh memperkirakan, PPP akan kembali pecah dalam beberapa waktu ke depan terutama pada saat pemilihan capresnya.
“Ya, karena dukungan terhadap Anies juga kuat di akar rumput PPP. Jika tetap memaksakan Ganjar sebagai kepentingan elitnya saja, maka PPP akan semakin ditinggal pemilihnya,” pungkas Sholeh. (ASY).
Editor: Syafri Ario
(Rupol)