RUANGPOILITIK.COM — Tertangkapnya seorang guru di Madura pada 13 Oktober 2022 kemarin, yang diduga tergabung dalam jaringan terorisme Jamaah Islamiyah tentunya sangat meresahkan masyarakat. Apalagi Jaringan Jamaah Islamiyah merupakan suatu ancaman bagi keamanan dan kedaulatan negara. Menanggapi hal ini Dr Ardli Johan Kusuma, seorang akademisi yang fokus pada kajian terorisme dan sekuriti ini memberikan pandangannya saat dihubungi wartawan, Senin (17/10).
“Upaya kaderisasi yang dilakukan juga melalui proses-proses radikalisasi dengan mencoba untuk menyebarluaskan ideologi dan paham-paham mereka (meskipun kadangkala dengan cara tersembunyi pada kalangan terbatas). Dari proses itulah mereka mencoba menarik simpati dari orang-orang yang tentunya sudah mereka targetkan dan mereka yakini bisa dipengaruhi dengan paham-paham radikal yang mereka sebarkan,” jelas Ardli Johan.
Ia menilai memutus mata rantai jaringan teroris bukanlah hal yang mudah. Hal ini terbukti dengan masih eksisnya jaringan teroris hingga saat ini (termasuk jaringan JI) yang merupakan salah satu jaringan teroris lawas di Indonesia. Eksistensi jaringan teroris di Indonesia ini didukung dengan tersedia luasnya target potensial orang-orang yang dapat dipengaruhi dengan paham radikal yang diusung oleh jaringan teroris tersebut.
“Hal ini bisa kita lihat dari bervariasinya kalangan masyarakat yang terlibat dalam jaringan teroris, yang dibuktikan dengan terlibatnya seorang guru. Itu menandakan bahwa target masyarakat yang potensial terpapar paham radikal jaringan teroris ini sebenarnya cukup luas,” terang Ketua Prodi Studi Ilmu Politik S2 di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Johan menilai masuknya jaringan teroris ke dunia pendidikan adalah upaya untuk penyebaran paham melalui ideologi.
“Dalam konteks ini, dapat kita lihat bahwa ancaman penyebaran paham radikal yang bisa mengarah pada tindakan teror, sudah menyebar melalui institusi-institusi pendidikan yang tidak menutup kemungkinan ada “penyusup” dari anggota jaringan teroris yang ingin menyebarkan ideologi terorisme di dalamnya. Dengan terlibatnya seorang guru dalam jaringan teroris ini membuktikan bahwa potensi masyarakat untuk “terpapar” paham radikal ini menjadi sangat besar,” jelasnya.
Penangkapan guru dengan inisial S ini dilakukan oleh Tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri bekerjasama dengan Polres Sampang, Madura. (Ivo)