RUANGPOLITIK.COM — Irjen Teddy Minahasa saat menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat mendapat gelar kehormatan adat Minangkabau yaitu gelar Sangsako.
Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Fauzi Bahar memberikan jawaban mengenai gelar adat yang disandang Irjen Teddy Minahasa.
Gelar yang disandang Teddy ialah Tuanku “Bandaharo Alam Sati” namun kini, Teddy menjadi tersangka kasus narkoba dan jabatannya dilucuti.
Berkenaan dengan kasus yang melilit Teddy Minahasa, Fauzi masih menunggu putusan hukum, karena saat ini belum inkrah.
Jika terbukti bersalah, kata dia, gelar sangsako akan hanyut dengan sendirinya.
“Jika ada pelanggaran adat yang dibuat, apalagi adat nan sabana adat, melanggar paga gadang, otomatis gelar itu hanyut,” ujar Fauzi Bahar, Jumat (14/10/2022) malam.
Ia menjelaskan, gelar sangsako itu tidak bisa diturunkan kepada istri atau anak penerima gelar adat.
Dijelaskannya, gelar Sangsako berbeda dengan gelar Pusako, yaitu gelar Datuak yang dilewakan kepada orang Minangkabau berdasarkan keturunan.
“Kalau ninik mamak kalau datuak yang melanggar adat, atau masuk penjara misalnya, harus dibuka saluak-nya dulu,” terang dia.
Fauzi Bahar mengaku cukup dekat dengan Teddy Minahasa. Ia merasa bersahabat dan berteman dengan Teddy.
Disaat sahabatnya terlilit kasus hukum, secara pribadi ia memberikan dukungan moril.
“Saya baru selesai salat dan mendoakan secara khusus untuk beliau, agar dilindungi Allah,” kata dia.
Menurutnya, selama bertugas di Sumbar Teddy Minahasa punya kinerja yang sangat bagus.
Teddy dianggap tegas menghabiskan judi, togel, hingga menindak personel kepolisian yang membekingi prostitusi.
Selain itu, Teddy juga dianggap berjasa dengan mengedepankan restorative justice di Sumbar.
“Saya pernah nulis tentang dia, cocok sekali Teddy Minahasa dengan Fauzi Bahar. Sampai hari ini saya berdoa untuk beliau,” pungkas mantan Wali Kota Padang ini.
Gelar sangsako adalah gelar kehormatan yang diberikan oleh pemuka adat kepada seorang yang dianggap tokoh dan berjasa. Gelar tersebut diberikan kepada tokoh dari luar Minangkabau.
Editor: Syafri Ario
(Rupol)