RUANGPOLITIK.COM — Indonesia harus memperkokoh sistem kekuatan ekonomi dan pangan menyusul analis ekonomi dunia yang menyatakan bahwa ancaman resesi global akan terjadi pada 2023 mendatang. Menyikapi ini Presiden Joko Widodo memberikan instruksi kepada Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan untuk menjaga kestabilan harga bahan pokok terutama beras yang menjadi komoditi utama pangan penduduk. Pernyataan ini dibenarkan oleh Zulkifli pada Rabu (12/10) saat ditemui wartawan.
“Mikirin harga beras naik. Dua kali dapat telepon saya, bisa beras jangan naik kata Pak Presiden”,” ucapnya.
Selain beras, Zulhas juga mengatakan bahwa dia diarahkan oleh Jokowi agar menjaga harga pangan lainnya, terutama sembilan bahan pokok utama, di antaranya ayam, telur, cabai, beras, daging dan lain sebagainya. Arahan itu disampaikan mengingat dunia akan memasuki masa resesi, termasuk krisis energi dan pangan. Yang bisa mengancam stabilitas kenaikan dan ketersediaan stok pangan dalam negeri. Apalagi menurut Zulhas kenaikan harga dipengaruhi oleh harga gabah.
“Oleh karena itu, pemerintah atas perintah Pak Presiden kepada saya Kemendag harus menjaga stabilitas harga pangan tersedia dan harga terjangkau. Terutama 9 bahan pokok, ayam, telur, cabai, daging, dan lain-lain. Itu harga harus stabil tidak boleh naik,” jelasnya saat ditemui awak media.
Sementara itu Indonesia memiliki sepuluh daerah penghasil beras terbesar yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Lampung Sumatera Utara, Aceh dan Sumatera Barat.
Berdasarkan hasil Badan Pusat Statistik diperoleh informasi jika harga beras selama tiga bulan terakhir cenderung stabil yakni di harga Rp12 ribu per kilo. Dan harga gabah kering masih stabil di kisaran harga Rp4000 sampai Rp5000 sekilo selama tiga bulan terakhir.
Potensi Resesi Ekonomi untuk Indonesia
Ancaman resesi 2023 ikut disorot oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Resesi 2023 dikhawatirkan lebih parah dari krisis 2007-2009.
Prediksi resesi itu dirilis oleh UN Conference on Trade and Development (UNCTAD). Semua kawasan di dunia akan terdampak, terutama negara-negara berkembang.
“UNCTAD memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat ke 2,5 persen di 2022 dan jatuh ke 2,2 persen di 2023. Global slowdown akan membuat GDP riil masih tetap di bawah trend pra-pandemi, merugikan dunia sebesar US$ 17 triliun – hampir 20 persen pendapatan dunia,” tulis laporan UNCTAD di situs resminya, Rabu (5/10/2022).
Negara-negara yang terdampak tajam adalah negara berkembang di Amerika Latin dan negara pendapatan lemah di Afrika.
Berdasarkan data UNCTAD, Indonesia akan menjadi negara kedua di negara G20 yang paling rugi dalam hal kehilangan potensi ekonomi. Posisi Indonesia tepat berada sebelum Rusia yang sedang kena sanksi internasional. Ancaman resesi 2023 ikut disorot oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Resesi 2023 dikhawatirkan lebih parah dari krisis 2007-2009.
Sumber Beras Terbesar Dunia
Berdasarkan negaranya, China menjadi produsen beras terbesar di dunia. Nilainya tercatat mencapai 148,3 juta metrik ton (MT) sepanjang 2020/2021. Posisinya diikuti oleh India dengan produksi beras sebesar 124,4 juta MT. Lalu, Bangladesh dan Indonesia menghasilkan beras masing-masing sebanyak 34,6 juta MT dan 34,5 juta MT. Produksi beras di Vietnam tercatat sebesar 27,38 juta MT. Lalu, produksi beras di Thailand mencapai 18,86 juta MT. Setelahnya ada Myanmar dengan produksi beras sebesar 12,6 juta MT. Sedangkan, produksi beras di Filipina tercatat sebesar 12,42 juta MT.
Pada 2021/2022, USDA memperkirakan produksi beras secara global mencapai 512,86 juta MT. China diprediksi masih menjadi produsen beras utama dunia hingga 148,99 juta MT. Urutan kedua ditempati oleh India dengan produksi beras sebesar 129 juta MT. Lalu, produksi beras dari Bangladesh dan Indonesia masing-masing diestimasikan sebesar 35,85 juta MT dan 34,4 juta MT pada periode 2021/2022.
Negara Pengimpor Beras untuk Indonesia
Mengutip data BPS Impor Beras Menurut Negara Asal Utama, 2000-2021 per 12 Agustus 2022, impor beras RI terbesar berasal dari India dengan porsi 215.386,5 ton di tahun 2021. Melonjak dari posisi tahun 2020 yang hanya 10.594,4 ton. Disusul Thailand yang memasok 69.360 ton ke Indonesia tahun 2021, turun dari tahun 2020 yang sebanyak 88.593,1 ton. Kemudian Vietnam, di mana impor beras Indonesia di tahun 2021 mencapai 65.692,9 ton, turun dari tahun 2020 yang mencapai 88.716,4 ton. Pakistan, menempati posisi keempat sebagai asal impor beras Indonesia di tahun 2021, yaitu 52.479 ton. Namun, di tahun 2020, impor beras RI terbesar berasal dari Pakistan, mencapai 110.516,5 ton.
Sementara itu, Departemen Pertanian AS (USDA) merilis, proyeksi impor beras RI di tahun 2021/2022 dipangkas dari sebelumnya diprediksi mencapai 750 ribu ton, menjadi 500 ribu ton. Dan di periode tahun berikutnya, 2022/2023 diprediksi stagnan di angka 500 ribu ton. Sepanjang Januari-April 2022, USDA mencatat, Indonesia mengimpor beras dari India (55%), Pakistan (19,1%), dan Thailand (13,7%).
“Meski produksi beras RI tahun 2021/2022 diprediksi turun, dengan level stok saat ini dan harga yang stabil, terpantau tidak ada kecenderungan pemerintah Indonesia memerintahkan Bulog untuk mengimpor beras medium,” demikian laporan USDA.
“Impor beras Indonesia terutama adalah beras khusus oleh sektor swasta. Bulog telah diperintahkan menjaga stok minimum di akhir tahun di level 1,5-2 juta ton,” begitu lanjutan laporan USDA tersebut.
Sebelumnya, BPS merilis, luas panen padi tahun 2021 turun 2,3% atau 245,47 ha menjadi sekitar 10,41 juta ha dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 10,66 juta ha. Akibatnya, produksi padi tahun 2021 turun 0,43% atau 233,91 ribu ton menjadi 54,42 juta ton gabah kering giling (GKG) dibandingkan tahun 2020 yang sebanyak 54,65 juta ton GKG. Sehingga, produksi beras pada 2021 untuk konsumsi pangan penduduk mencapai 31,36 juta ton. Susut sebanyak 140,73 ribu ton atau 0,45% dibandingkan produksi beras di 2020 yang sebanyak 31,50 juta ton.(Ivo)
Editor: Syafri Ario
(Rupol)