RUANGPOLITIK.COM — Partai Nasdem resmi mendeklarasikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) yang akan diusung pada Pilpres 2024. Sejumlah pengamat politik memberikan analisisnya pasca Anies diusung Nasdem.
Pengamat Politik Citra Insttute, Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Sutomo, Serang, Banten mengatakan dengan diusungnya Anies oleh Nasdem, peluang Anies semakin membesar mendekati angka 90 persen. “Ini sudah menenangkan bagi dirinya yang sudah menyatakan siap sebagai capres dan pendukungnya. Nasdem diyakini akan menjadi magnet baru, yang juga akan intensif membangun komunikasi dengan PKS dan Partai Demokrat untuk merealisasikan koalisi bersamanya,” kata Efriza, Selasa (4/10/2022).
Bahkan, Nasdem kata Efriza dapat menggaet Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), sebab PAN dan PPP sudah menyatakan tertarik mendukung Anies Baswedan, sehingga kedua partai itu akan tertarik memperluas koalisi dengan Nasdem dan memengaruhi Golkar untuk bersama KIB berkoalisi dengan Nasdem. Apalagi hingga saat ini KIB masih sulit berharap memperoleh Ganjar Pranowo untuk diusung. Jokowi sisi lain juga menyambut baik Nasdem mengusung Anies Baswedan dengan resmi, ini menunjukkan langkah Partai Nasdem mendeklarasikan Anies sebagai capres adalah langkah cerdas dan membuat peta politik koalisi semakin sempit, juga tidak teramat cair lagi.
Menurut Efriza saat ini kemungkinan pasangan calon akan ada tiga pasang ini kemungkinan terbesar. Meski memungkinkan dua pasangan calon maupun empat pasangan calon. Simulasi tiga pasangan, Gerindra-PKB dengan Prabowo memungkinan bersama unsur NU/PKB. Sedangkan, koalisi kedua Nasdem dkk, yang memungkinkan calonnya dari unsur Islam, atau Indonesia Timur, atau militer, kalkulasi ini yang dirumuskan belum tentang siapa dulu, masih menunggu dinamika politik.
“Jadi kemungkinan Deklarasi Anies bisa jadi membuat Partai Demokrat murung, sebab persepsi AHY diusung menjadi opsi kedua. Disisi lain, PKS juga dapat mengecil posisi tawarnya karena Anies sudah digaet oleh Nasdem, tidak sekadar diaku-akui seperti oleh PKS. Artinya Nasdem akan lebih mendominasi pembicaraan tentang siapa yang akan menemani Anies Baswedan. Tentunya, Nasdem dapat mengajak PDIP dalam koalisi juga hanya dengan sedikit melecehkan PDIP, yang diindetikan Partai Sombong oleh Nasdem dengan menawarkan Puan Maharani sebagai cawapres Anies Baswedan,” jelasnya.
Lanjut Efriza jika dilihat perilaku Nasdem cenderung khidmat atas keputusannya sedangkan koalisi ketiga, adalah PDIP akan mengusung Ganjar Pranowo, yang dapat diikuti oleh KIB, inilah yang diharapkan oleh Presiden Jokowi, sebab setelah deklarasi Nasdem dengan Anies maka Jokowi mengadakan perjalanan bersama Ganjar Pranowo bertemu masyarakat.
“Tetapi bisa menjadi dua pasang calon, meski kemungkinan kecil. Jika Puan Maharani tetap dipaksakan dengan akhirnya memilih bersama Prabowo Subianto. Sedangkan KIB ditenggarai akan ke koalisi Nasdem,” katanya.
Menurut Efriza bisa saja akan terjadi empat pasang calon tetapi lagi kecil peluangnya sebab KIB akan kekeuh mengusung paket pasangan calonnya sendiri. Dan, PDIP akhirnya memilih Puan-Ganjar atau Ganjar-Puan artinya PDIP mengusung pasangan sendiri. Ini terjadi disebabkan adanya oleh sulitnya mempersatukan kebersamaan, misal Puan-Prabowo, atau mengajukan Anies-Airlangga, atau Ganjar-Airlangga.
Ia mengatakan deklarasi ini adalah moment yang tepat sebab Anies membutuhkan kepastian menjelang akhir masa jabatannya. “Hanya situasinya saja kita sedang ada tragedi nasional karena sepakbola, tetapi politik ya tetap politik. Dikatakan tepat juga karena Anies akan selesai masa jabatannya sehingga Anies telah menyelesaikan amanat dari Gerindra dan PKS. Hanya tentu saja Gerindra kesal, sebab Anies tidak menepati janji jika Prabowo mencalonkan Anies tidak, tetapi sisi lain Anies sudah komitmen menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta,” jelasnya.
Kemudian efek elektabilitas Nasdem akan tinggi, karena dianggap konsisten mengajukan anak bangsa yang berprestasi, bukan sebuah personalisasi partai politik berupa mengusung ketua umumnya, mengusung keluarganya, orang-orang yang kurang berprestasi tetapi diajukan karena pragmatis partai semata. Nasdem juga dapat meyakinkan dimasyarakat bahwa politik identitas tidak akan menonjol lagi, karena Nasdem mempertaruhkan politik identitasnya dan pemilih Nasdem di Indonesia timur.
“Juga Anies akan dapat semakin dikenal oleh masyarakat karena finansial dan media besar dari Nasdem itu sendiri. Jadi dampak elektoral Nasdem akan besar, ini dibuktikan dari 2019 lalu, hanya mengantongi 6,72% menjadi 9,69 persen, efek elektoral didapati 2,39 persen dari peringkat 8 naik ke peringkat 5 besar. Artinya efek elektoral Nasdem bisa saja jika tak ada tsunami politik, atau salah keputusan politik menjadi partai 4 besar menggeser PKB/Golkar yang dianggap kurang gesit dalam pergerakan politik,” paparnya.
Sementara terkait isu Anies menjadi tersangka diyakini tidak akan cepat terjadi karena prosesnya yang lama, apalagi cenderung muatan politisnya besar, disisi lain, Pemerintah juga akan berpikir lebih bijak dengan situasi ini memungkinkan saja akan ada intervensi dibelakang layar. Memungkinkan pula presiden Jokowi juga mendukung Anies Baswedan, karena Presiden Jokowi punya proyek strategis nasional yang harus dilanjutkan oleh presiden berikutnya.
“Presiden juga bisa saja jengah dengan Puan Maharani dan PDIP, akhirnya pilihan ke Anies Baswedan juga memungkinkan terjadi. Hanya saja tidak terang benderang. Nasdem pun tentu bersama civil Society, yang mengawal proses ini, sebab proses ini disinyalir ada muatan politis, tetapi yang pasti semua mendukung proses ini terang benderang bukan penuh kesengajaan dengan motif politik,” jelasnya. (Syf)
Editor: Syafri Ario
(Rupol)