Oleh: Maksimus Ramses Lalongkoe
(Dosen Fakultas Bisnis dan Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara Jakarta)
Salah satu fenomena menarik, setiap kali menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia, munculnya partai-partai baru. Partai-partai baru ini, berkompetisi dan bekerja sangat keras, siang dan malam, memenuhi seluruh persyaratan, yang ditentukan penyelenggara sesuai perundang-undangan yang berlaku, agar lolos dan lulus sebagai partai peserta pemilu. Kondisi demikian terjadi saat ini. Jelang Pemilu 2024 mendatang, sejumlah partai baru bermunculan, yang meskipun partai-partai baru ini didirikan oleh politisi-politisi lama yang pernah berada di partai-partai lain sebelumnya.
Tugas berat bahkan sangat berat partai-partai baru ini, melengkapi seluruh dokumen persyaratan, baik di level nasional, provinsi, kabupaten/kota hingga level kecamatan. Beragam item dokumen-dokumen ini di-upload atau dikirim ke Sistem informasi partai politik (Sipol) Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sipol ini merupakan sistem dan teknologi informasi yang digunakan dalam memfasilitasi pengelolaan administrasi pendaftaran, verifikasi dan penetapan Partai Politik peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta pemutakhiran data Partai Politik peserta Pemilu secara berkelanjutan di tingkat KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dan peserta Pemilu.
Sekedar diketahui, persyaratan sebuah partai politik bisa mengikuti pemilu di Indonesia, sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, pasal 173 tentang Pemilu, diantaranya, memiliki kepengurusan di seluruh provinsi, memiliki kepengurusan di 75 persen, jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan, memiliki kepengurusan di 50 persen (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan, menyertakan paling sedikit 30 persen (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat, memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau 1/ 1000 dari jumlah penduduk pada kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud pada huruf c yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota, dan beberapa pesyaratan lainnya.
Melengkapi seluruh persyaratan ini, tentunya sangat tidak mudah bagi partai baru. Sesuai PKPU Nomor 4 Tahun 2022 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, telah mengatur limit waktu yang sangat singkat bagi partai politik baru yang pengaturannya meliputi Pendaftaran 1-14 Agustus 2022, Verifikasi Administrasi 2 Agustus sampai 11 September 2022, Verifikasi vaktual 15 Oktober sampai 4 November 2022 dan Penetapan 14 Desember 2022.
Tantangan Tiga Etape
Kemunculan partai-partai baru saat ini, patut kita berikan apresiasi, bahkan bila perlu kita sama-sama berdoa agar partai-partai baru yang saat ini sedang dievaluasi administrasinya oleh penyelenggara, bisa lolos sebagai peserta pemilu 2024 mendatang. Harapan ini agar rakyat memiliki banyak pilihan kendaraan politik demokrasi. Sehingga masyarakat kita semakin melek dengan politik serta mengurangi jumlah rakyat yang apatis dengan politik.
Namun, menjadikan sebuah partai politik baru menjadi peserta pemilu bukan perkara gampang dan sederhana. Aturan ketat dan transparan yang telah ditetapkan pihak penyelenggara, melalui perundang-undangan, memaksa semua partai baru berlari kencang mengamankan semua persyaratan, mulai dari etape pertama pendaftaran, etape kedua meng-upload berkas administrasi ke sipol KPU dan etape ketiga verifikasi faktual yang merupakan masa genting bagi partai politik baru mencocokan dokumen administasi dengan fakta lapangan.
Saat ini semua partai politik baru sedang menghadapi etape kedua, etape dimana masa mengunggu hasil perbaikan verifikasi administrasi yang akan diumumkan KPU 14 Oktober 2022 mendatang. Bukan tidak mungkin, dari hasil verifikasi administrasi ini nanti, ada partai yang gagal masuk babak verifikasi vaktual yang akan dimulai 15 Oktober 2022. Kondisi ini merupakan ujian terberat bagi partai politik baru, sebab, bila gagal masuk babak selanjutnya, maka sia-sia semua perjuangan dan daya upaya selama ini. Pun sebaliknya, bila lolos babak selanjutnya maka potensi gagal etape ketiga sangat terbuka, sebab uji fakta lapangan jauh lebih berat.
Berbagai tantangan bisa saja muncul, mulai dari pengurus yang mengundurkan diri secara tiba-tiba, pengurus tiba-tiba menghilang saat vaktual, kantor tidak sesuai yang tertera di dokumen, dan macam ragam item indikator lainnya yang bisa saja menghambat partai lolos sebagai partai peserta pemilu. Padahal, vaktual merupakan etape terakhir yang dilalui partai politik baru termasuk partai politik lama yang tidak lolos parliamentary threshold pemilu 2019 lalu.
Pembajak Vaktual
Dari sekian banyak partai politik baru yang muncul saat ini, tentu lawan politik dan masyarakat mulai melihat, mengamati dan melirik, kira-kira mana diantara partai-partai baru ini yang terlihat cukup menggeliat kerja kerasnya, memperjuangkan partainya agar lolos menjadi peserta pemilu 2024 mendatang. Lawan-lawan politik yang merasa terganggu hadirnya partai politik baru dalam kanca demokrasi, bisa saja melakukan manuver politik tingkat tinggi, dengan cara membajak para pengurus partai baru diberbagai daerah dengan sejumlah iming-iming dan janji manis jelang verifikasi vaktual.
Upaya dan intrik kotor ini sangat terbuka peluangnya, sebab, bila partai-partai baru yang beropotensi ini lolos sebagai peserta pemilu, maka akan mengancam konstituennya. Apalagi, bila partai-partai baru ini menawarkan beragam konsep berpolitik modern yang lebih mengutamakan kekuatan kebersamaan, ketimbang campur tangan kelompok oligarki dan kapitalis dalam membangun sebuah partai politik. Maka, bisa saja, untuk mematikan langkah partai politik baru ini lolos sebagai peserta pemilu, dilakukan aputasi jelang verifikasi vaktual melalui pembajakan para pengurus baik di tingkat provinsi, maupun di tingkat kabupaten dan kota.
Bila para pengurus, mudah goyah dengan berbagai iming-iming dan rayuan maut tangan-tangan kotor demokrasi, maka dengan mudahnya ia menerima tawaran tersebut apalagi bila tawaran itu desertai dengan lembaran rupiah sebagai imbalan atas keputusannya. Situasi seperti ini, dibutuhkan komitmen kuat dan integritas para pengurus di semua tingkatan dalam mengamankan partainya, agar tidak mudah terpengaruh dan masuk angin yang akhirnya partai itu gagal lolos ujian nasional.
Pembajak politik biasanya selalu bermanuver di detik-detik terakhir, detik-detik dimana semua orang tidak melihatnya sebagai sebuah situasi yang mengancam perjuangan bersama. Dan lebih bahanya lagi kalau pembajak politik disambut oleh orang-orang yang memiliki sifat oportunis mencari kesempatan demi menguntungkan dirinya sendiri.
Integritas pengurus partai baru di sini menjadi taruhan, sehingga tidak menjadi oportunis dan menjadi kader toxic atau racun dalam sebuah perjuangan. Mengingatkan satu sama lain antar sesama pengurus agar tidak mudah dibajak juga menjadi salah satu pilihan yang terbaik jelang verifikasi vaktual. Bila para kader menjaga komitmen dan itegritasnya, maka proses verifikasi vaktual akan berjalan lancar dan potensi menjadi partai baru peserta pemilu 2024 terbuka lebar.
Ibarat etape vaktual ini sama seperti Ujian Nasional bagi Pendidikan dasar dan menengah, waktu dimana terjadinya proses evaluasi secara nasional. Selamat menghadapi Ujian Nasional Partai Politik baru, semoga mewarnai demokrasi di Indonesia.