RUANGPOLITIK.COM – Simulasi pasangan Anies-Ganjar untuk Pilpres 2024 mendatang, menjadi salah satu opsi yang mengapung sebagai formula untuk mengurangi polarisasi di tengah masyarakat yang kian tajam.
Memasangkan Gubernur DKI Jakarta dengan Gubernur Jawa Tengah itu, merupakan opsi yang dibawa Ketua Umum NasDem Surya Paloh saat berdiskusi dengan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.
Namun opsi tersebut diyakini bakal sulit terwujud, karena adanya penolakan yang kuat dari kedua kubu pendukung.
Pengamat Politik Citra Institute Efriza, menilai simulasi dua nama ‘raja survey’ itu hanya akan menjadi angan-angan yang indah.
“Saya melihat Bang SP (Surya Paloh) sangat prihatin dengan kondisi bangsa saat ini, sehingga beliau berpikir untuk mencarikan solusinya. Tapi solusi memasangkan keduanya, hanya akan jadi angan-angan yang indah. Akan sangat sulit untuk terlaksana,” kata Efriza saat berbincang dengan RuPol, Minggu (26/6/2022).
Tapi setidaknya, Surya Paloh sudah membuktikan sebagai salah satu tokoh yang memiliki perhatian dan kepedulian yang tinggi terhadap nasib bangsa ke depan.
Efriza berharap tokoh-tokoh bangsa lain, ikut memberikan sumbangsih yang sama dengan ikut mencarikan solusi terhadap potensi adanya perpecahan yang semakin menjadi-jadi.
“Kita berharap tokoh-tokoh lain ikut bersama-sama Bang SP, duduk bersama mencarikan solusi atas polarisasi yang kian parah ini. Jangan hanya mementingkan kepentingan pribadi, golongan atau partai masing-masing saja,” tambahnya.
Berita terkait:
Survei SMRC: Massa Pemilih Nasdem Memilih Ganjar dan Anies
NasDem Umumkan Anies, Andika dan Ganjar Sebagai Capres, Erick Thohir Tersingkir
Anies dan Ganjar Terbanyak Diusulkan Jadi Bakal Capres, Ini Daftar Usulan 34 DPW Nasdem
Lewati Ganjar di Survei Capres IPO, Mileanies: Ada yang Lebih Layak dari Anies?
Alasan Anies-Ganjar Sulit Terwujud
Kembali kepada pasangan Anies-Ganjar, Efriza mengurai beberapa faktor yang akan membuat pasangan tersebut sulit untuk terwujud.
Yang pertama adanya penolakan yang kuat dari pendukung kedua kubu.
“Ini sudah sangat sulit untuk mempersatukan, karena keduanya sudah saling berhadapan dan saling serang. Lihat saja di media-media sosial, pertarungan sepertinya hanya terjadi antara dua kubu tersebut,” terangnya.
Faktor kedua menurut Efriza, posisi keduanya yang bukan merupakan penentu dalam partai politik. Anies Baswedan sampai saat ini belum menjadi kader partai, sedangkan Ganjar Pranowo walaupun kader PDIP, tapi bukanlah sosok yang menentukan keputusan dalam PDIP.
“Kalaupun Anies maupun Ganjar maju sebagai capres, tentunya harus membawa salah satu ketum partai. Mana mau partai hanya jadi penonton! Misalnya Anies akan maju sebagai capres, partai yang mengusung pasti akan menyodorkan kadernya sebagai cawapres. Begitu juga dengan Ganjar. Posisinya di PDIP juga sedang tidak bagus, apalagi Puan Maharani ngotot juga mau maju. Sulit untuk memperjuangkan duet (Anies-Ganjar) itu,” papar Efriza.
Selain faktor utama tersebut, Efriza menilai penempatan sosok yang menjadi capres atau cawapres antara Anies dan Ganjar juga membuat rumit simulasi pasangan ini.
Kedua nama tersebut setara pada tingkat elektabilitas, sama-sama memiliki pendukung yang banyak dan potensinya pada capres.
“Pasti akan jadi tarik ulur yang panjang dan keras untuk menentukan siapa capresnya. Pasti keduanya dan pendukung masing-masing memaksakan akan menjadi capres. Sulit juga menentukan itu, bisa berbulan-bulan juga. Ha..ha..” pungkas Efriza. (ASY)
Editor: Asiyah Lestari
(RuPol)